Selasa, 31 Maret 2015

Registrasi dan Praktik BIDAN




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

Bidan merupakan suatu profesi yang mana dalam setiap asuhan dan tindakan yang dilakukan memiliki sebuah tanggung jawab yang besar. Apabila seorang bidan melakukan suatu kesalahan yang dilakukan, maka ia akan mendapatkan sanksi dan hukuman yang telah ditetapkan oleh pemenkes.
Dalam melakukan tindakan–tindakan tersebut, selain melakukan sesuai dengan standar bidan juga harus memperhatikan norma, etika profesi, kode etik profesi dan hukum profesi dalam setiap tindakannya.

1.2  RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang didapat adalah
1.      Apa pengertian praktek bidan dalam permenkes tentang pelaporan dan registrasi bidan ?
2.      Apa yang dimaksud dengan pelaporan dan registrasi, masa bakti  praktek bidan dalam permenkes tentang pelaporan dan registrasi bidan ?
3.      Apa yang dimaksud dengan wewenang bidan, pencatatan dan pelaporan dalam permenkes tentang pelaporan dan registrasi bidan ?
4.      Apa yang dimaksud dengan pembinaan dan pengawasan serta ketentuan pidana dalam permenkes tentang pelaporan dan registrasi bidan ?
5.      Apa yang dimaksud dengan ketentuan peralihan tentang surat pengawasan dan izin prakek bidan dalam permenkes tentang pelaporan dan registrasi bidan ?

1.3  TUJUAN
1.      Mengetahui tentang pengertian praktek bidan permenkes tentang pelaporan dan registrasi bidan.
2.      Mengetahui tentang pelaporan dan registrasi, masa bakti praktek bidan dalam permenkes tentang pelaporan dan registrasi bidan.
3.      Mengetahui tentang wewenang bidan, pencatatan dn pelaporan dalam permenkes tentang pelaporan dan registrasi bidan.
4.      Mengetahui tentang pembinaan dna pengawasan serta ketentuan pidana dalam permenkes tentang pelaporan dan registrasi bidan
5.      Mengetahui tentang ketentuan peralihan tentang surat pengawasan dan izin praktek bidan dalam permenkes tentang pelaporan dan registrasi bidan.

1.4  METODE PENULISAN
Penulis mempergunakan metode kepustakaan, cara- cara yang digunakan pada pembuatan makalah ini adalah study pustaka. Dalam metode ini penulis mencari beberapa referensi internet yang berkaitan dengan penulisan makalah permenkes laporan dan registrasi dalam praktek bidan



BAB II
PEMBAHASAN

Permenkes tentang regstrasi dan praktek bidan

2.1  Pengertian praktek bidan
            Praktek Kebidanan adalah asuhan yang diberikan oleh bidan secara mandiri baik pada perempuan yang menyangkut proses reproduksi, kesejahteraan ibu dan janin / bayinya, masa antara dalam lingkup praktek kebidanan juga termasuk pendidikan kesehatan dalam hal proses. reproduksi untuk keluarga dan komunitasnya.
Praktek kebidanan berdasarkan prinsip kemitraan dengan perempuan bersifat holistik dan menyatukannya dengan pemahaman akan pengaruh sosial, emosional, budaya, spiritual, psikologi dan fisik dari pengalaman reproduksinya.
Praktek kebidanan bertujuan menurunkan / menekan mortalitas dan morbilitas ibu dan bayi yang berdasarkan ilmu-ilmu kebidanan, kesehatan, medis dan sosial untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan ibu dan janin / bayinya.

Permenkes nomor 900/MENKES/SK/VII/2002
Pasal 1
Praktik bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga, dan masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya.

2.2.  Pelaporan dan registrasi
Permenkes nomor 900/MENKES/SK/VII/2002
Pasal 2
(1) Pimpinan penyelenggaraan pendidikan bidan wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi mengenai peserta didik yang baru lulus, selambat lambatnya 1 (satu) bulan setelah dinyatakan lulus.
(2) Bentuk dan isi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Formulir I terlampir.
         Ketentuan untuk pelaporan peserta didik yang baru lulus ke Dinas Kesehatan provinsi
         Kewajiban untuk registrasi bagi bidan yang baru lulus
         Penerbitan SIB oleh kepala Dinas Kesehatan Propinsi
         Kewajiban untuk kepemilikan SIB termasuk untuk Bidan luar negeri
         Pembaharuan SIB Permenkes nomor 1464/MENKES/PER/X/2010
         Bidan dapat praktik mandiri atau di fasilitas pelayanan kesehatan
         Minimal pendidikan Bidan adalah dIII kebidanan
         Kewajiban memiliki SIKB untuk Bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan
           Kewajiban memiliki SIPB untuk Bidan yang praktik mandiri
•Kewajiban memiliki STR, SIKB dan SIPB yang di keluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/Kota-kota
•                       Kewenangan Bidan untuk hanya menjalankan praktik/ kerja paling banyak 1 tempat kerja dan 1 tempat praktik
            Masa berlaku SIKB dan SIPB

            Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar penampilan minimal yang ditetapkan sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan praktik profesinya.
Pasal 3
(1) Bidan yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana institusi pendidikan berada guna memperoleh SIB selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah menerima ijazah bidan.
(2) Kelengkapan registrasi sebagaimana dimaksud meliputi:
• fotokopi Ijazah Bidan;
• fotokopi Transkrip Nilai Akademik
•surat keterangan sehat dari dokter
•pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar
(3) Bentuk permohonan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam                                   Formulir II terlampir.
Pasal 4
(1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan melakukan registrasi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 untuk menerbitkan SIB.
(2) SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan, dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima dan berlaku secara nasional.
(3) Bentuk dan isi SIB sebagaimana tercantum dalam Formulir III terlampir.
Pasal 5
(1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi harus membuat pembukuan registrasi mengenai SIB yang telah diterbitkan.
(2) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi menyampaikan laporan secara berkala kepada Menteri Kesehatan melalui Sekretariat Jenderal c.q Kepala Biro Kepegawaian Departemen Kesehatan dengan tembusan kepada organisasi profesi mengenai SIB yang telah diterbitkan untuk kemudian secara berkala akan diterbitkan dalam buku registrasi nasional.
Pasal 6
(1) Bidan lulusan luar negeri wajib melakukan adaptasi untuk melengkapi persyaratan mendapatkan SIB.
(2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada sarana pendidikan yang terakreditasi yang ditunjuk pemerintah.
(3) Bidan yang telah menyelesaikan adaptasi diberikan surat keterangan selesai adaptasi oleh pimpinan sarana pendidikan.
(4) Untuk melakukan adaptasi bidan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan melampirkan:
a.      Fotokopi Ijazah yang telah dilegalisir oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi;
b.      Fotokopi Transkrip Nilai Akademik yang bersangkutan.
(6) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menerbitkan rekomendasi untuk melaksanakan adaptasi.
(7) Bidan yang telah melaksanakan adaptasi, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4.
(8) Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagaimana tercantum dalam Formulir IV terlampir.
Pasal 7
(1) SIB berlaku selama 5 Tahun dan dapat diperbaharui serta merupakan dasar untuk menerbitkan SIPB.
(2) Perbaharuan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana bidan praktik dengan melampirkan antara lain:
a.SIB yang telah habis masa berlakunya
b.Surat Keterangan sehat dari dokter
c.Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.

2.3  Masa Bakti
Kepmenkes RI nomor 900/MENKES/SK/VII/2002
Pasal 8
Masa bakti bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


2.4  Wewenang Bidan
Kepmenkes 900/Menkes/SK/VII/2002
Dalam menangani kasus seorang bidan diberi kewenangan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia No:900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan,yang disebut dalam BAB V praktik bidan antara lain:
Pasal 14
Bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
a.  Pelayanan kebidanan
b.  Pelayanan keluarga berencana
c.  Pelayanan kesehatan masyarakat

pasal 15
a.  Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a ditujukan kepada ibu dan anak.
b.  Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pranikah, prahamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, menyusui, dan masa antara (periode interval).
c.  Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan pada masa bayi baru lahir, masa bayi, masa anak balita dan masa pra sekolah.

Pasal 16
Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi:
a.  Penyuluhan dan konseling
b.  Pemeriksaan fisik
c.  Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
d.  Pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil dengan abortus iminens, hiperemesis gravidarum tingkat I, preeklamsi ringan dan anemi ringan
e.  Pertolongan persalinan normal
f.  Pertolongan persalinan abnormal, yang mencakup letak sungsang, partus macet kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi, perdarahan post partum, laserasi jalan lahir, distosia karena inersia uteri primer, post term dan preterm
g.  Pelayanan ibu nifas normal
h.  Pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup ratensio plasenta, renjatan, dan infeksi ringan
i.   Pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid.
Pelayanan kebidanan kepada anak meliputi:
a.  Pemeriksaan bayi baru lahir
b.  Perawatan tali pusat
c.  Perawatan bayi
d.  Resusitasi pada bayi baru lahir
e.  Pemantauan tumbuh kembang anak
f.  Pemberian imunisasi
g.  Pemberian penyuluhan.

Pasal 17
Dalam keadaan tidak terdapat dokter yang berwenang pada wilayah tersebut, bidan dapat memberikan pelayanan pengobatan pada penyakit ringan bagi ibu dan anak sesuai dengan kemampuannya.

Pasal 18
Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaskud dalam Pasal 16 berwenang untuk :
a.  Memberikan imunisasi.
b.  Memberikan suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan, dan nifas.
c.  Mengeluarkan placenta secara manual.
d.  Bimbingan senam hamil.
e.  Pengeluaran sisa jaringan konsepsi.
f.   Episiotomy.
g.  Penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat II.
h.  Amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm.
i.   Pemberian infuse.
j.   Pemberian suntikan intramuskuler uterotonika, antibiotika, dan sedative.
k.  Kompresi bimanual.
l.   Versi ekstraksi gemelli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya.
m. Vacum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul.
n.  Pengendalian anemi.
o.  Meningkatkan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu.
p.  Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
q.  Penanganan hipotermi.
r.   Pemberian minum dengan sonde/pipet.
s.  Pemberian obat-obat terbatas, melalui lembaran permintaan obat sesuai dengan Formulir VI terlampir.
t.   Pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian.

Pasal 19
 Bidan dalam memberikan pelayanan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf b berwenang untuk:
a.  Memberikan obat dan alat kontrasepsi oral, suntikan, dan alat kontrasepsi dalam rahim, alat kontrasepsi bawah kulit dan kondom
b.  Memberikan penyuluhan/konseling pemakaian kontrasepsi
c.  Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim
d.  Melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit tanpa penyulit
e.  Memberikan konseling untuk pelayanan kebidanan, keluarga berencana dan kesehatan masyarakat.

Pasal 20
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan, masyarakat sebagaimana dimaskud dalam pasal 14 huruf c berwenang untuk :
a.  Pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan anak
b.  Memantau tumbuh kembang anak
c.  Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
d Melaksanakan deteksi dini, melaksanakan petolongan pertama, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.

Pasal 21
a.  Dalam keadaan darurat bidan berwenang melakukan pelayanan kebidanan selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14.
b.  Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk penyelamatan jiwa.


2.5
Pencatatan dan pelaporan
Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010
Sebagaimana telah ditetapkan oleh Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan pada bab VI pasal 20 mengenai pencatatan dan pelaporan. Yang mana bunyi pasal tersebul ialah :
Pasal 20
1) Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kePuskesmas wilayah tempat praktik.
3)Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.

Kepmenkes RI NO. 900/Menkes/2002
sebagaimana telah ditetapkan oleh Kepmenkes RI NO.900/MENKES/2002  tentang Registrasi dan Praktik Bidan pada bab VI pasal 27 mengenai pencatatan dan pelaporan, yang mana bunyi pasal tersebul ialah :
Pasal 27
1)Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencacatan dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
2)Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan ke puskesmas dan tembusan keepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat
3)Pencatatan dan peaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran IV keputusan ini.


2.7  Pembimbingan dan Pengawasan
Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010
Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktek bidan pada Bab V pasal 20 sampai pasal 24 mengenaipembimbingan dan pengawasan. Yang mana bunyi pasal tersebul ialah :
Pasal 20
1)Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan dan mengikutsertakan organisasi profesi.
2)Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.

Pasal 21
1) Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota melakukan pembinaan dan pengawasan dengan mengikut sertakan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia, Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi, organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan yang bersangkutan.
2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat  (1) diarahkan untuk meningkatkan  mutu pelayanan,  keselamatan pasien  dan melindungi masyarakat terhadap  segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
3) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota harus melaksanakan pembinaan dan pengawasan  penyelenggaraan praktik bidan.
4) Dalam pelaksanaa ntugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota harus membuat pemetaan tenaga bidan praktik  mandiri dan bidan di desa serta  menetapkan dokter puskesmas terdekat untuk pelaksanaan tugas supervise terhadap bidan di wilayah tersebut.
Pasal 22
1)  Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaporkan bidan yang bekerja dan yang berhenti  bekerja di fasilitas pelayanan kesehatannya pada tiap triwulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi. 
Pasal  23
1) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Menteri, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten / kota dapat memberikan tindakan administrative kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam Peraturanini.
2)   Tindakan administrative sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a.   Teguran lisan;
b.   Teguran tertulis;
c.    pencabutan SIKB / SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun ; atau
d.    pencabutan SIKB / SIPB selamanya.

Pasal  24
1) Pemerintah daerah kabupaten / kota dapat memberikan sanksi berupa rekomendasi pencabutan surat izin / STR kepada kepala dinas kesehatan privinsi / majelis tenaga kesehatan Indonesia (MTKI) terhadapbidan yang melakukan praktik tanpa memiliki SIPB atau kerja tanpa memiliki SIKB sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) dan (2).
2)   Pemerintah daerah  kabupaten / kota dapat mengenakan sanksi teguran lisan,  teguran sementara / tetap kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan yang mempekerjakan bidan yang tidak mempunyai SIKB.

Kepmenkes RI NO.900/MENKES/SK/VII/2002
Kepmenkes RI NO.900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan pada Bab VIII pasal 31 sampai pasal 41 mengenai pembimbingan dan pengawasan. Yang mana bunyi pasal tersebul ialah :
Pasal 31
1)  Bidan wajib mengumpulkan sejumlah angka kredit yang besarnya ditetapkan oleh organisasi profesi.
2)    Angka kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikumpulkan dari angka kegiatan pendidikan dan kegiatan ilmiah dan pengabdian masyarakat.
3)  Jenis dan besarnya angka kredit dari masing-masing unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh organisasi profesi.
4) Organisasi profesi mempunyai kewajiban membimbing dan mendorong para anggotanya untuk dapat mencapai angka kredit yang ditentukan.

Pasal 32
Pimpinan sarana kesehatan wajib melaporkan bidan yang melakukan praktik dan yang berhenti melakukan praktik pada saran kesehatannya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi.

Pasal 33
1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau organisasi profesi terkait melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bidan yang melakukan praktik diwilayahnya.
2) Kegiatan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui pemantauan yang hasilnya dibahas secara periodik sekurang-kurangnya 1(satu) kali dalam 1(satu) tahun.

Pasal 34
Selama menjalankan praktik seorang Bidan wajib mentaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 35
1)   Bidan dalam melakukan praktik dilarang :
a.   Menjalankan praktik apabila tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam izin praktik.
b.   Melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi.
2)  Bagi bidan yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain, dikecualikan dari larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a.
Pasal 36
1)   Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat memberikan peringatan lisan atau tertulis kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap Keputusan ini.
2)  Peringatan lisan atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak 3(tiga) kali dan apabila peringatan tersebut tidak diindahkan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut SIPB Bidan yang bersangkutan.
Pasal 37
Sebelum Keputusan pencabutan SIPB ditetapkan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota terlebih dahulu mendengar pertimbangan dari Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) atau Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis (MP2EPM) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 38
1) Keputusan pencabutan SIPB disampaikan kepada bidan yang bersangkutan dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak keputusan ditetapkan.
2)   Dalam Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebutkan lama pencabutan SIPB.
3) Terhadap pencabutan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan keberatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah Keputusan diterima, apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari tidak diajukan keberatan, maka keputusan tersebut dinyatakan mempunyai kekuatan hukum tetap.
4)   Kepala Dinas Kesehatan Propinsi memutuskan ditingkat pertama dan terakhir semua keberatan mengenai pencabutan SIPB.
5) Sebelum prosedur keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditempuh, Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang mengadili sengketa tersebut sesuai dengan maksud Pasal 48 Undang undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara.
Pasal 39
Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan setiap pencabutan SIPB kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat dengan tembusan kepada organisasi profesi setempat.

Pasal 40
1)  Dalam keadaan luar biasa untuk kepentingan nasional Menteri Kesehatan dan/atau atas rekomendasi organisasi profesi dapat mencabut untuk sementara SIPB bidan yang melanggar ketentuan peraturan  perundangundangan yang berlaku
2)  Pencabutan izin sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya diproses sesuai dengan ketentuan Keputusan ini.
Pasal 41
1)   Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat membentuk Tim/Panitia yang bertugas melakukan pemantauan pelaksanaan praktik bidan di wilayahnya.
2)  Tim/Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur pemerintah, Ikatan Bidan Indonesia dan profesi kesehatan terkait lainnya.





2.8Ketentuan Pidana Praktik Bidan
Kepmenkes RI NO. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan pada Bab IX pasal 42 sampai pasal 44 mengenai ketentuan pidana, yang mana bunyi pasal tersebul ialah
Pasal 42
Bidan yang dengan sengaja :
a. melakukan praktik kebidanan tanpa mendapat pengakuan/adaptasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan/atau;
b.   melakukan praktik kebidanan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
c.   melakukan praktik kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) ayat (2); dipidana sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
Pasal 43
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang tidak melaporkan bidan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan/atau mempekerjakan bidan yang tidak mempunyai izin praktik, dapat dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.

Pasal 44
1. Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang diatur dalam Keputusan ini dapat dikenakan tindakan disiplin berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin.
2. Pengambilan tindakan disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.9 ketentuan peralihan tntng penugasan dan izin praktek
.  Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktek bidan pada Bab VI pasal 25 sampai pasal 28 mengenai ketentuan peralihan tentang surat penugasan dan ijin praktek. Yang mana bunyi pasal tersebul ialah :
    Pasal 25
1) Bidan yang telah mempunyai SIPB berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor  900 / Menkes / SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan dan Peraturan Menteri Kesehatan.
Nomor HK.02.02/Menkes/149/1/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan dinyatakan telah memiliki SIPB berdasarkan Peraturan ini sampai dengan masa berlakuny
a berakhir.

2)   Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperbaharui SIPB apabila Surat Izin Bidan yang bersangkutan telah habis jangka waktunya berdasarkan peraturan ini.

   Pasal 26
Apabila Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) belum dibentuk dan / atau belum dapat melaksanakan tugasnya.Maka registrasi bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.

  Pasal 27
Bidan yang telah melaksanakan kerja di fasilitas pelayanan kesehatan sebelum ditetapkan peraturan ini harus memiliki SIKB berdasarkan peraturan ini paling selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak peraturan ini ditetapkan.

•  Pasal 28
      Bidan yang berpendidikan di bawah Diploma III (D III) Kebidanan yang menjalankan praktik mandiri harus menyesuaikan dengan ketentuan peraturan ini selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak peraturan ini ditetapkan.

b. Kepmenkes RI NO.900/MENKES/SK/VII/2002
Kepmenkes RI NO. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan pada Bab XI pasal 45 mengenai ketentuan perlihan yang mana bunyi pasal tersebul ialah :
  Pasal 45
1) Bidan yang tidak mempunyai surat penugasan dan SIPB berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan no 572/Menkes/Per/VI/1996 tentang registrasi dan praktek bidan dianggap telah memiliki SIB dan  SIPB berdasarkan ketentuan.
2)   SIB dan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 5 (lima) tahun dan apabila telah habis maka masa berlakunya dapat di perbaharui sesuai ketentuan keputusan ini.



BAB III
PENUTUP

3.1   Kesimpulan
Keputusan mentri kesehatan mengenai registrasi dan praktek bidan dapat di golongkan atas beberapa bab, diantaranya tentang pencatatan dan pelaporan, pembinaan dan pengawasan, ketentuan pidana, serta ketentuan peralihan tentang surat penugasan dan ijin praktek semuanya telah tercantum dalam Permenkes RI  No.1464/ Menkes/X/2010 dan Permenkes RI No.900/Menkes/SK/VII/2002.

3.2  Saran


 Semoga dengan adanya keputusan  Menteri kesehatan Republik Indonesia  mengenai registrasi dan praktek bidan ini menjadi pedoman terhadap para bidan dan calon bidan dalam menjalankan praktik dan tindakan yang akan di lakukan.