2.1. Konsep Dasar Pertumbuhan dan
Perkembangan Pada Anak.
2.1.1
Konsep dasar Pertumbuhan dan Perkembangan
a. Pengertian
1) Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah
bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau
seluruhnya karena adanya multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel tubuh dan juga
karena bertambah besar sel (Nursalam,2005).
2) Perkembangan
Perkembangan
adalah bertambahnya
kemampuan dan struktur/fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang
teratur,dapat diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil dari proses
diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem yang terorganisasi
(Nursalam,2005).
2.1.2 Faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan
Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah
a. Faktor
dalam (internal)
1) Genetika
Faktor
genetika mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan kematangan tulang, alat
seksual, serta saraf, sehingga merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir
proses tumbuh kembang yaitu :
(a) Perbedaan
ras,etnis, atau bangsa
Tinggi
badan orang eropa akan berada dengan orang Indonesia atau bangsa lainnya.
(b) Keluarga
7
|
Ada
keluarga yang cenderung mempunyai tubuh gemuk atau perawakan pendek.
(c) Umur
Masa
pranatal, masa bayi dan masa remaja merupakan tahap yang mengalami pertumbuhan
cepat dibandingkan dengan masa lainnya.
(d) Jenis
kelamin
Dapat
menyebabkan kegagalan pertumbuhan, misalnya sindrom down.
(e) Pengaruh
hormon
Pengaruh
hormon sudah terjadi sejak masa pranatal, yaitu sejak janin berumur 4
bulan.
b. Lingkungan
1) Faktor pranatal (selama
kehamilan) , meliputi:
(a) Gizi,
nutrisi ibu hamil akan mempengaruhi pertumbuhan janin, terutama selama
trimester akhir kehamilan.
(b) Mekanis,
posisi janin yang abnormal dalam kandungan dapat menyebabkan kelainan
congenital, misalnya club foot.
(c) Toksin,
zat kimia,radiasi
(d) Kelainan
endokrin
(e) Infeksi
TORCH atau penyakit menular seksual
(f) Kelainan
imunologi
(g) Psikologis
ibu
2) Faktor
kelahiran
Riwayat kelahiran dengan
vakum ekstraksi atau forceps dapat menyebabkan trauma kepala pada bayi sehingga
beresiko terjadinya kerusakan jaringan otak
3) Faktor
pasca natal
Seperti halnya pada masa
prenatal, faktor yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak adalah gizi,
penyakit kronis/kelainan congenital, lingkungan fisik dan kimia, psikologis,
endokrin, sosioekonomi, lingkungan pengasuhan, stimulasi dan obat-obatan.
(Nursalam, 2005)
1.1.3. Tahap-tahap
tumbuh kembang
Pada
dasarnya manusia manusia dalam kehidupannya mengalami berbagai tahapan tumbuh
kembang yang paling memerlukan perhatian adalah pada masa anak-anak,tahapan
tersebut antara lain :
a. Masa
pranatal (konsepsi-lahir),terbagi atas:
1) Masa
embrio (mudigah): masa konsepsi-8 minggu.
2) Masa
janin (fetus) : 9 minggu-kelahiran
b. Masa
pascanatal, terbagi atas:
1) Masa
neonatal usia 0-28 hari
(a) Neonatal
dini (perinatal) :0-7 hari
(b) Neonatal
lanjut : 8-28 hari
2) Masa
bayi
(a) Masa
bayi dini:1-12 bulan
(b) Masa
bayi akhir: 1-2 tahun
c. tahun
Masa prasekolah (usia 2-6 tahun),terbagi atas:
1) Prasekolah
awal (masa balita): mulai 2-3. 2
2) Prasekolah
akhir : mulai 4-6 tahun
d. Masa
sekolah atau masa pubertas,terbagi atas:
1) Wanita
:6-10 tahun
2) Laki-laki
: 8-12 tahun
e. Masa
adolesensi atau masa remaja,terbagi atas:
1) Wanita:
10-18 tahun
2) Laki-laki:
12-20 tahun
1.1.4 Ciri-ciri
pertumbuhan dan perkembangan
a. Perubahan
proporsi tubuh yang dapat diamati pada masa bayi dan dewasa.
b. Hilangnya
ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru yang ditandai dengan lepasnya gigi
susu dan timbulnya gigi permanen, hilangnya refleks primitif pada
masa bayi, timbulnya tanda seks sekunder, dan perubahan lainnya.
c. Kecepatan
pertumbuhan tidak teratur yang ditandai dengan adanya masa-masa tertentu, yaitu
masa pranatal, bayi, dan adolesensi.
1.1.5 Kebutuhan
dasar untuk tumbuh kembang
Tumbuh
kembang seorang anak secara optimal dipengaruhi oleh hasil interaksi antara
faktor genetis, herediter, dan konstitusi dengan faktor lingkungan.kebutuhan
dasar ini dapat dibagi menjadi:
a. Asuh
( kebutuhan fisik-boimedis )
1) Nutrisi
yang mencukupi dan seimbang
2) Perawatan
kesehatan dasar
3) Pakaian
4) Perumahan
5) Hygiene diri
dan lingkungan
6) Kesegaran
jasmani (olah raga dan rekreasi)
b. Asih
(kebutuhan emosi dan kasih sayang)
1) Kasih
sayang orang tua
2) Rasa
aman
3) Harga
diri
4) Dukungan/dorongan
5) Mandiri
6) Rasa
memiliki
7) Kebutuhan
akan sukses, mendapatkan kesempatan, dan pengalaman.
c. Asah
(kebutuhan stimulasi).
2.2.Konsep
Dasar Hospitalisasi
2.2.1 Pengertian
Hospitalisasi merupakan
pengalaman penuh stress baik bagi anak maupun keluarganya. Stressor utama yang
dialami dapat berupa perpisahan dengan keluarga, kehilangan kendali, perlukaan
tubuh, dan rasa nyeri. Reaksi anak dapat diipengaruhi oleh perkembangan usia
anak, pangalaman terhadap sakit dan perpisahan, diagnosa penyakit, sistem
dukungan, koping terhadap stress. Sedangkan stressor keluarga dapat berupa rasa
takut, cemas, bersalah, tidak percaya bila anak sakit dan frustasi (Nursalam,
2005)
2.2.2 Reaksi
anak terhadap Hospitalisasi berdasarkan tahap perkembangan
Reaksi
anak terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit dan dipengaruhi oleh
perkembangan usia, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, dan di rawat di rumah
sakit, support sistem yang tersedia serta keterampilan koppimg dalam menangani
stress. Reaksi
anak berdasarkan tahap perkembangan:
a. Bayi
(0 – 1 tahun)
Bila bayi berpisah
dengan orang tua, maka pembentukan rasa percaya dan pembinaan kasih sayangnya
dapat terganggu. Pada bayi usia 6 bulan sulit untuk memahami secara maksimal
bagaimana reaksi bayi bila dirawat, karena bayi belum dapat mengungkapkan apa
yang dirasakannya, sedang bayi yang diatas 6 bulan akan banyak menunjukkan
perubahan. Pada bayi berusia 8 bulan atau lebih telah mengenal ibunya sebagai
orang yang berbeda dengan dirinya, sehingga akan terjadi Strenger
Anxiety, sehingga bayi akan menolak orang baru yang belum dikenal.
b. Toddler
(1 – 3 tahun)
Toddler belum mampu
berkomunikasi dengan mengunakan bahasa yang memadai dan pengertian terhadap
relitas terbatas. Hubungan anak dan ibu sangat dekat sehingga perpisahan dengan
ibu akan menimbulkan rasa kehilangan orang yang terdekat bagi diri anak dan
lingkungan yang dikenal akan mengakibatkan perasaan tidak aman dan cemas.
Respon perilaku anak akibat perpisahan dibagi dalam tahap yaitu :
1) Tahap
protes (Phase of Protest)
Pada tahap ini dimanifestasikan
dengan menangis kuat, menjerit dan memanggil ibunya atau menggunakan tingkah
laku agresif, agar orang lain tahu bahwa ia tidak ingin meninggalkan orang
tuanya serta menolak perhatian orang lain.
2) Tahap
putus asa (Phase of Despair)
Pada tahap ini akan
tanpak tenang, menangis berkurang, tidak aktif, kurang minat untuk bermain,
tidak nafsu makan, menarik diri, sedih dan apatis.
3) Tahap
menerima (Phase of Denial)
Pada tahap ini secara
samar-samar anak merima perpisahan, membina hubungan dangkal dengan orang lain
serta kelihatan menyukai lingkungan.
c. Usia
Prasekolah (3 – 6 tahun)
Masa ini
merupakan fase penting dalam perkembangannya sehingga ia percaya bahwa
tuubuhnya mungkin akan rusak, seperti balon bila ditusuk atau seperti mainan
bila diremas saat mengukur tekanan darah.
d. Usia
sekolah (6 – 12 tahun)
Pada usia ini anak
berusaha independent dan produktifa, akibat dirawat di rumah sakit
menyebabkan perasaan kehilangan kurang kontrol dan kekuatan, hal ini tarjadi
karena adanya adanya perubahan dalam peran, kelemahan fisik, takut mati dan
kehilangan kegiatan dalam kelompok serta akibat kegiatan rutin rumah sakit
seperti badrest, kurangnya privacy, penggunaan pispot dll.
e. Usia
remaja
Kecemasan yang timbul
pada anak remaja yang dirawat di rumah sakit adalah akibat perpisahan dengan
teman-teman sebaya atau kelompok.Anak tidak merasa takut berpisah dengan orang
tua tapi takut kehilangan setatus dan hubungan dengan teman sekelompok.
Kecemasan lain disebabakan oleh akibat yang ditimbulkan akibat penyakit fisik,
kecacatan serta kurangnya privacy (Nursalam, 2005).
2.2.3 Reaksi
keluarga terhadap anak dengan Hospitalisasi
Reaksi
keluarga terhadap anak yang dirawat di rumah sakit dipengaruhi oleh banyak
faktor antara lain keseriusan penyakit, pengalaman sakit serta support sistem
yang ada, reaksi dapat muncul baik pada orang tua maupun pada saudaranya.
a Reaksi orang tua
Orang tua akan mengalami
stress jika anaknya sakit dan harus dirawat di rumah sakit, kecemasan akan
meningkat jika mereka kurang informasi tentang prosedur dan pengobatan anak
serta dampaknya terhadap masa depan anak.
b Reaksi
sibling
Reaksi sibling terhadap
anak yang sakit dan dirawat di rumah sakit adalah marah cemburu, benci dan
bersalah, orang tua seriing kali mencurahkan perhatiannya lebih besar terhadap
anak yang sakit, hal ini akan menimbulakan rasa cemburu pada anak yang sehat dan
anak merasa ditolak (Nursalam, 2005).
2.2.4 Peran
Bidan dalam mengurangi stress akibat Hospitalisasi
Anak dan keluarga
membutuhkan perawatan yang kompeten untuk meminimalkan efek negatif dari
hospitalisasi.Fokus dari intervensi kebidanan adalah meminimalkan stressor
perpisahan, kehilangan kontrol dan perlukaan tubuh atau rasa nyeri pada anak
serta memberi support kepada keluarga seperti membantu perkembangan hubungan dalam
keluarga dan memberikan informasi (Nursalam, 2005).
2.2.5 Bermain
untuk menghilangkan stress akibat Hospitalisasi
Bermain penting untuk
kesehatan mental, emosional dan sosial.Oleh karma itu sangat penting adanya
ruang bermain bagi anak untuk memberikan rasa nyaman dan menyenangkan. Dalam
pelaksanaanya aktifitas bermain di rumah sakit prlu diperhatikan
perinsip-perinsip bermain di rumah sakit dan pemainan yang sesuai dengan usia atau
tingkat tumbuh kembang anak. Sehingga tujuan bermain yaitu untuk mempertahankan
proses tumbuh kembang dapat dicapai secara optimal. Disamping itu keterlibatan
orang tua dalam aktifitas bermain sangat penting karena anak akan merasa aman
sehingga anak mampu mengekspresikan perasaannya secara bebas dan terbuka
(Nursalam, 2005).
2.3.Tinjauan Tentang Ikterus Neonatorum
2.3.1. Pengertian Ikterus
Neonatorum
a. Definisi
Ikterus adalah Perubahan warna kulit/sclera
mata(normal berwarna putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin
dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang
fisiologis, terdapat pada 25%-50% pada bayi yang lahir cukup bulan(Dwi Maryanti
2011).
Berdasarkan tingkatannya
ikterus neonatorum memiliki definisi yang berbeda-beda diantaranya:
1) Ikterus
Fisiologis
Adalah ikterus yang
timbul pada hari ke-2 dan ke-3 dan tidak disebabkan oleh kelainan apapun,
ikterus ini biasanya menghilang pada akhir minggu pertama atau
selambat-lambatnya 10 hari pertama, kadar billirubin darah tidak lebih dari
kadar yang membahayakan dan tidak mempunyai potensi yang menimbulkan kecacatan
pada bayi.
2) Ikterus
Patologis/hiperbilirubinemia
Adalah suatu keadaan
dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi
untuk menimbulkan kren ikterus bila tidak ditanggulangi dengan baik, atau
mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologi. Bila kadar bilirubin
mencapai12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Kadar billirubin
darahnya melebihi batas, dan disebut sebagai hiper billirubinemia.
3) Kern
Ikterus
Adalah
suatu kerusakan otak akibat perlegketan Bilirubin Indrik pada otak terutama
pada korpus striatum, talamus, Nukleussubtalamus, Hipokampus, Nukleus merah,
dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
2.3.2. Jenis-jenis Ikterus
Neonatorum
a. Ikterus
Fisiologis
Biasanya timbul pada
hari kedua lalu menghilang setelah sepuluh hari atau pada akhir minggu kedua.
b. Ikterus
Patologis
Timbul segera dalam 24
jam pertama dan menetap setelah minggupertama kehamilan. Bilirubin serum
meningkat lebih dari 5 mg perhari.
c. Kern
Ikterus
Pada neonatus cukup
bulan kadar bilirubin diatas 20 mg% berkembang menjadi kern ikterus. Terjadinya
ikterus tergantung pada keadaan umum bayi.Bila bayi menderita hipoksia,
asidosis, hipoglikemin maka kern ikterus dapat timbul.
d. Ikterus
Hemolitik
Disebabkan oleh
inkompatibilitas rhesus, golongan darah ABO, golongan darah lain, kelainan
eritrosit kongenital, atau defisiensi enzim G-G-PD pada bayi.
e. Ikterus
Obstruktif
Terjadi karena sumbatan
penyaluran empedu baik dalam hati maupun luar hati. Bila kadar bilirubin direk
diatas 1mg% kita harus curiga akan adanya obstruksi penyaluran
empedu.
2.3.3. Jenis jenis Ikterus menurut
waktu terjadinya
a. Ikterus
yang timbul pada 24 jam pertama.
1) Ikterus
yang trjadi pada 24 jam pertama sebagian besar disebabkan oleh:inkompatibilitas
darah Rh ABO atau golongan lain.
2) Infeksiinta
uterine.
3) Kadang-kadang
karena defisiensi enzim G-6-PD.
b. Ikterus
yang timbul 24-72 jam sesudah lahir.
1) Biasanya
ikterus fisiologis .
2) Masih
ada kemungkinan inkompatibilitas darah Rh,ABO atau golongan lain.
3) Defisiensi
enzim G-6-PD atau enzim eritrosit lain juga masih mungkin.
4) Policitemia.
5) Hemolisis
perdarahan tertutup (perdarahan subaponerosis perdarahan hipar,sub capsula dan lain-lain
).
c. Ikterus
yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
1) Sepsis.
2) Dehidrasi
dan asidosis Defisiensi G-6-PD.
3) Pegaruh
obat-obatan.
4) Sindroma
Criggler-Najjar,sindroma Gilbert.
d. Ikterus
yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjut nya.
1) Ikterus
obstruktive.
2) Hipotiroidisme.
3) Breast
milk jaundice.
4) Infeksi.
5) Hefatitis
neonatal.
6) Galaktosemia.
Table 2.1 Ikterus
Neonatorum,menurut waktu kemunculan
24 Jam Pertama
|
Hari Kedua-Kelima
|
Setelah Akhir Minggu Kedua
|
1.Pennyakit
hemolisis
2.
inkompatibilitas reshus
3.inkompatibilitas
ABO
4. defisiensi
G6PD
5. infeksi
congenital
|
1.Fisiologis
2.Infeksi hematoma
3.Galaktosemia
dan kelainan metabolic lain
4.Ikterus non
hemolitik familial
5.bayi dari
ibu diabetes
|
1.Ikterus ASI
(Breast milkjaundice)
2.Hipotiroidisme
3.hepatitis
4.Atrisia
biliar dan masalah traktus biliaris lainnya
|
Sumber:
(Dafid Hull.2008).
2.3.4. Patokan penting
Bayi kuning bisa
dideteksi oleh orang tua lewat mata bayi.Yang perlu dipahami karena fisiologis
atau akibat penyakit. Ada sejumlah patokan yang bisa dipelajari :
a. Jika
kuningnya timbul dalam 24 jam petama dalam sehari kadar bilirubin meningkat
secara pesat atau progresif.
b. Jika
bayi tampak tidak aktif, tidak mau menyusu, cenderung lebih banyak tidur,
disertai suhu tubuh yang mungkin meningkat atau malah turun.
c. Jika
bayi kuning lebih dari 2 minggu.
d. Jika
air kencingnya berwarna tua seperti air teh.
Tabel 2.2 penentuan
derajat Ikterus menurut pembagian zona tubuh menurut Kremer
Daerah
|
Luas ikterus
|
Kadar bilirubin (mg)
|
1
|
Kepala dan
leher
|
5
|
2
|
Daerah 1
(+)
Badan bagian
atas
|
9
|
3
|
Daerah 1, 2
(+)
Badan bagian
bawah dan tungkai
|
11
|
4
|
Daerah 1, 2,
3
(+)
Lengan dan
kaki dibawah dengkul
|
12
|
5
|
Daerah 1, 2,
3, 4
(+)
Tangan dan
kaki
|
16
|
1. Kulit
bayi kuning dikepala, leher dan badan bagian atas, berarti bilirubin kira-kira
9mg%.
2. Kulit
bayi kuning seluruh badan sampai kaki dantangan, berarti bilirubin ≥15mg% (Saifuddin,A.B.
2006).
Gambar 2.2 bayi Ikterus
Neonatorum pada saat foto terapi
Sumber :
(Endruw,2010).
Tabel
2.3.Bagan pengelompokan jenis ikterus
Tanda-tanda
|
Warna
kuning pada kulit dan sclera mata (tanpa hepatomegali, perdarahan kulit dan
kejang-kejang)
|
||||
Kategori
|
Normal
|
Fisiologik
|
Patologik
|
||
Penilaian
|
|||||
- daerah ikterus
(rumus Kramer)
- kuning hari ke :
- kadar bilirubin
|
1
1-2
mg%
|
1+2
>3
5-9 mg%
|
1 sampai 4
>3
11-15 mg%
|
1 sampai 5
>3
11-20 mg%
|
1 sampai 5
>3
>20 mg%
|
(Saifuddin Abdul Bari,
2006).
2.3.5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang
pada ikterus adalah sebagai berikut:
a. Tes darah:
hitung darah lengkap-makrositosis, trombosit openia atau ureu yang rendah
bisa ditemukan pada penyakit hati kronis. Natrium yang rendah (bukan disebabkan
oleh diuretik) adalah tanda prognostik yang buruk.
b. Tes
fungsi hati : kadar albumin yang rendah mungkin non sfesifik.
Transminase bisa memberi petunjuk apakah ikterus terutama
terjadi karena penyebab hepatoseluler (SGOT dan SPGT > fosfatase
alkali) atau kolestatik (fosfatase alkali atau GT,gama glutamyl transfarase
>SGOT), walaupun dapat juga bersifat campuran. Transaminase yang normal
menunjukkan kelainan hemolisis yang lebih jarang.
c. Tes
serologi Hepatitis virus : IgM Hepatitis A
adalah pemeriksaan diagnostik untuk hepatitis A akut.
Hepatitis B akut ditandai oleh adanya HBS Ag (antigen permukaan hepatitis B)
dan deteksi DNA hepatitis B. Hepatitis C
jarang menyebabkan hepatitis akut namun sering menyebabkan
penyakit hati kronis.
d. USG
hati : bias membantu menegakkan diagnosis klinis, karena bias menunjukkan
abnormalitas hati fokal seperti metastasis, abses hati, atau
kelainan vaskuler. Bisa menemukan tanda-tanda obstruksi bilier (dilatasi duktus
biliaris) dan penyebab ikterus
e. ERCP
: jika ada tanda-tanda ubstruksi billier, ERCP tetap merupakan tes definitive
untuk menentukan apakah obstruksi terjadi intraluminal (batu empedu pada duktus
biliaris komunis atau ekstrluminal (striktur maligna dari karsinom
pancreas).
f. Biopsy
hati : histology hati tetap merupakan pemeriksaan definitive untuk ikterus
hepatoseluler dan beberapa kasus ikterus kolestatik
(sirosis biliaris primer, kolestasis intrahepatik akibat obat-obatan (Davey.
P, 2005).
2.3.6. Etiologi
a. Sejak
sebelum hamil
dari riwayat terdahulu
pernah melahirkan bayi yang menderita bayi kuning
b. Selama
kehamilan
1) Penggunaan
obat-obatan asetosal (biasanya digunakanuntuk mengatasi penyakit.
2) Kurang
mengkonsumsi sayuran yang banyak mengandung asam folat.
3) Tidak
menjalani pemeriksaan kehamilan dengan baik. Lewat pemeriksaan kehamilan dan
pengamatan persalinan sebelumnya bisa terdeteksi adanya gangguan atau penyakit
penyebab ikterus.
c. Selama
proses persalinan
1) Jalan
lahir ibunya kotor.
2) Alat-alat
persalinan tidak steril.
3) Penanganan
persalinan tidak sesuai prosedur.
d. Saat
perawatan bayi baru lahir
1) Pemberian
obat-obatan yang mengandung sulfas
2) Perawatan
bayi kurang bersih sehingga menimbulkan infeksi penyebab ikterus
3) Pemberian
ASI kurang tepat dan benar (Ngastiyah,2005).
2.3.7. Tanda dan gejala
Adapun tanda dan gejala neonatus dengan Ikterus Neonatorum antara
lain: (Maryunani,2009).
a. Kulit jaundice (kuning).
b. Scleraikterik.
c. Peninggkatan
konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus yang cukup
bulan dan 12,5mg% pada neonatus yang kurang bulan.
d. Kehilangan
berat badan sampai 5% selama 24 jam yang disebabkan oleh rendahnya intake
kalori.
e. Asfiksia
f. Hipoksia
g. Sindrome
gangguan pernafasan
h. Pemeriksaan abdomen terjadi
bentuk perut yang membuncit.
i. Feses
berwarna seperti dempul dan pemeriksaan neurologist dapat ditemukan adanya
kejang.
j. Epistotonus (posisi
tubuh bayi melengkung).
k. Terjadi
pembesaran hati
l. Tidak
mau minum ASI.
m. Letargi.
n. Refleks
Moro lemah atau tidak ada sama sekali.
2.3.8. Patofisiologi
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksin dan
harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar hasil bilirubin berasal
dari degredasi hemoglobin darah dan eritropoesis yang tidak
efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dari proses
oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat
lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan
menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX
alfa. Zat ini sulit larut dalam air dan larut dalam lemak, karena mempunyai
sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologic
seperti placenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas
tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi
mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat dengan oleh
reseptor membran sel hati dan masuk kedalam sel hati. Segera setelah ada
dalam sel hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin (protein Y),
protein Z, dan glutation hati lain yang membawanya ke reticulum endoplasma
hati, tempat terjadinya proses konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim
glukoronil transfarase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin
direk. Jenis bilirubin ini larut dalam air dan pada kadar
tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang
terkonjugasi ini diekskresi melalui diktus hepatikus kedalam
saluran pencernaan dan seelanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar
dari tinja sebagai strikobilin. Dalam usus sebagian diabsorbsi kembali oleh
mukosa usus dan terbentuklah proses arbsorbsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus
mengalami kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama
kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada
neonatus. Proses tersebut karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup
eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari), dan belum matangnya fungsi hepar.
Peningkatan kadar bilirubin tubuh
dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian tersering adalah apabila terdapat
pertambahan beban bilirubin pada sel hepar yang
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat pieningkatan penghancuran eritrosit
bayi/janin, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau
terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma
juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal
ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang atau pada keadaan protein Y
dan protein Z terikat oleh anion lain, misalkan pada bayi dengan asidosis atau
keadaan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang dapat
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila
ditemukan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoronil
transfarase) atau bayi memderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal
atau sumbatan saluran empedu ekstra/intrahepatik (Rukiyah,A , 2010).
2.3.9. Komplikasi
1. Kern-Ikterus adalah
suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek
pada otak terutama pad korpus striatum, thalamus nucleus, subtalamus,
hipokampus, nucleus merah dan nucleus pada daerah
ventrikuler ke IV.
Untuk mencegah
terjadinya kern-ikterus (ensefalopati biliaris) dalam
hal ini yang paling penting adalah pengamatan yang ketat dan cermat perubahan
PT (Prothrombin Time) kadar ikterus atau bilirubin bayi
baru lahir, khususnya ikterus yang kemungkinan besar menjadi
patologis yaitu:
a) Ikterus yang
terjadi 24 jam pertama
b) Ikterus dengan
kadar bilirubin >12,5 mg% pada neonatus cukup bulan atau
>10 mg% pada neonatus kurang bulan.
c) Ikterus dengan
peningkatan kadar bilirubin >5 mg% per hari (Wikajosasrto.
H, 2005).
2. Kerusakan hepar dan
gagal ginjal
2.3.10. Perawatan Bayi baru lahir dengan
Ikterus
a. Sarankan
orang tua agar memaparkan bayi pada matahari pagi hari (pukul : 07.00-08.00)
selama 15 menit sampai keadaan Ikterus menghilang.
b. Berikan
cukup minum.
c. Kembali
kontrol satu minggu lagi.
d. Memenuhi
kebutuhan cairan atau nutrisi dengan memberi minum sesuai kebutuhan. Jika tidak
mau menghisap berikan susu dengan sendok.
e. Untuk
memenuhi kebutuhan psikologis dengan memangku bayi setiap memberikan minum dan
mengajak berkomunikasi secara verbal.
f. Memelihara
kebersihan tempat tidur bayi dan lingkungannya.
g. Mencegah
terjadinya infeksi (memperhatikan cara kerja aseptik) (Ngastiyah, 2005).
2.3.11. Penatalaksanaan medis
Bayi Ikterus
a. Tindakan
umum
1) Memeriksa
golongan darah ibu, (Rh, ABO) dan lainlain pada waktu hamil.
2) Mencegah
trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi sbaru lahir yang dapat
menimbulkan ikterus, infeksi, dan dehidrasi.
3) Pemberian
makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi
baru lahir.
4) Iluminasi
yang cukup baik ditempat bayi dirawat.
5) Pengobatan
terhadap faktor penyebab bila diketahui.
b. Tindakan
khusus
1) Pemberian
fenobarbital, agar proses konjugasi dapat dipercepat, cara ini tidak efektif
karena pemberian fenobarbital memiliki efek samping seperti gangguan metabolic,
dan pernafasan, baik pada ibu maupun bayi.
2) Memberi
substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi, misalnya pemberian
albumin untuk menbikat bilirubin bebas.
3) Melakukan
dekomposisi bilirubin dengan foto terapi
4) Mengeluarkan
bilirubin secara mekanik, yaitu dengan transfusi tukar.
c. Tindak
lanjut
Tindak lanjut terhadap
semua bayi yang menderita hiperbilirubinemia ialah dengan evaluasi berkala
terhadap pertumbuhan, perkembangan dan pendengaran, serta fisioterapi dan
rehabilitasi terhadap gejala sisa.
2.3.12. Proses Manajemen
Asuhan Kebidanan
a. Pengertian
Manajemen
Kebidanan.
Manajemen kebidanan
adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk
mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori
ilmiah,penemuan-penemuan keterampilan dalam rangkaian tahapan logis untuk
pengambilan keputusan yang berfokus pada klien.(Dudi zulvzdi,2011).
b. Proses
Manajemen Kebidanan
1) Pengumpulan
Data Dasar.
Pada langkah ( satu )
ini di lakukan pengkajian dengan pengumpulan semua data yang diperlukan
untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap yaitu riwayat kesehatan.
Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya, meninjau data laboratorium dan
membandingkan dengan hasil studi.
2) Interpretasi
Data Dasar.
Pada langkah ini
dilakukan indentifikasi yang benar terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan
klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah di
kempulkan.Data dasar yang sudah di kumpulkan diinterpretasikan sehingga
ditemukan masalah atau diagnosis yang spesifik.Kata masalah dan diagnosa
keduanya digunakan,karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan seperti
diagnosa tetapi sungguh membutuhkan penanganan yang dituangkan kedalam sebuah
rencana asuhan terhadap klien.Masalah sering berkaitan dengan Bayi yang
diidentifikasi oleh Bidan sesuai dengan pengarahan,masalah ini sering di sertai
diagnosa.
3) Mengidentifikasi
Diagnosa/Masalah Potensial.
Pada langkah ini kita
mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian
masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan
antisipasi,bila memungkinkan melakukan pencegahan,sambil mengamati klien,Bidan
diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial ini benar-benar
terjadi.
4) Mengidentifikasi
Kebutuhan Tindakan Segera.
Mengidentifikasi
perlunya tindakan segera oleh Bidan atau Dokter untuk
dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan Tim Kesehatan yang lain sesuai
dengan kondisi klien. Langkah (keempat) ini mencerminkan kesinambungan dari
proses manajemen kebidanan .Jadi manajemen bukan hanya selama Asuhan Primer
Periodic atau kunjungan prenatal saja tetapi juga selama Bayi
tersebut bersama Bidan terus menerus,Misalnya pada waktu Bayi tersebut dalam
pemeriksaan.
5) Merencanakan
Asuhan yang Menyeluruh.
Pada langkah ini
direncanakan Asuhan Menyeluruh,
ditentukan oleh
langkah-langkah sebelumnya.Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap
diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi.
Pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak lengkap dapat
dilengkapi.Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah
diidentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan
tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap Bayi tersebut seperti apa
yang diperkirakan akan terjadi berikutnya.
6) Melaksanakan
Perencanaan.
Perencanaan ini biasa
dilakukan seluruhnya oleh Bidan,atau sebagian oleh klien atau anggota Tim
Kesehatan lainnya.Jika Bidan tidak melakukannya sendiri,ia tetap memikul
tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya (misalnya: memastikan agar
langkah-langkah tersebut tetap terlaksana).
Dalam situasi dimana
Bidan berkolaborasi dengan Dokter,untuk menangani klien yang mengalami
komplikasi,maka keterlibatan Bidan dalam manajemen asuhan bagi klien adalah
bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh
tersebut. Manajemen yang efesien yang akan menyingkat waktu dan biaya serta
meningkatkan mutu dari asuhan klien.
7) Evaluasi
Pada langkah (ketujuh)
ini dilakukan evaluasi efektifan dari asuhan yang sudah diberikan pemenuhan
kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan
kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan di dalam masalah dan diagnosa.
2.3.13. Konsep Pengkajian
a. Pengkajian
Merupakan langkah awal
dan komponen terpenting dalam memberikan asuhan kebidanan.( Jannah, 2011).
A. Data
Subjektif
1) Identitas
(a) Identitas
Bayi
Biodata
|
Bayi
|
Nama
|
|
Umur
|
|
Tgl/Jam Lahir
|
|
Jenis kelamin
|
|
Berat badan
|
|
Panjang badan
|
(b) Identitas
Istri Dan Suami
Biodaa
|
Istri
|
Suami
|
Nama
|
||
Umur
|
||
Agama
|
||
Suku/ Bangsa
|
||
Pendidikan
|
||
Pekerjaan
|
||
Alamat
|
(c) Riwayat
ANC
(1) Prenatal :
Umur Kehamilan,gerakan janin selama kehamilan, ANC, imunisasi TT, penyakit atau
masalah kesehatan selama kehamilan, obat-obatan yang dikonsumsi
(2) Natal : Bayi
lahir spontan, letak belakang kepala, keterangan, jenis kelamin, tanggal dan
pukul lahir, penilaian APGAR SCORE 1 menit pertama dan 5 menit kedua
(3) Post
Natal : keadaan umum bayi, berat badan bayi, panjang badan bayi, lingkar lengan
bayi, lingkar kepala bayi, lingkar dada bayi, lubang anus, dan kelainan pada
bayi.
B. Data
Objektif
1) Pemeriksaan
Umum Neonatus
a BBL/PBL :
2500-3500 gram/45-50 cm.
b Jenis
kelamin :
L/P.
c Lingkar
kepala :
33-35 cm.
d Lingkar
dada :
30-33 cm.
e Tanda-tanda
vital
(1) Frekuensi
jantung :
normal100-160 x /menit.
(2) Pernapasan :
normal 30-60 x /menit.
(3) Suhu :
normal 36,50C – 37,5 0C.
2) Pemeriksaan
fisik bayi
a Kepala
(1) Rambut :
tipis hitam dan lurus.
(2) Sutura :
teraba jelas
b Mata
(1) Kesemetrisan :
Simetris kiri dan kanan.
(2) Sklera :
Tidak ikterus.
(3) Konjungtiva :
Tampak merah muda.
c Hidung
(1) Amati
pola pernapasan.
(2) Amati
mukosa lubang hidung.
d Mulut
dan bibir.
(1) Refleks
mengisap baik.
(2) Bibir
merah muda.
e Kulit
(1) Berwarna
merah muda.
f Leher
(2) Tonus
otot leher baik.
g Dada
dan perut.
(1) Gerakan
dada sesuai dengan pola napas bayi.
(2) Tonjolan/tulang
dada tidak ada.
(3) Keadaan
tali pusat putih/berpilin dan dibungkus dengan gaas steril.
h Punggung/bokong.
(1) Tonjolan
punggung baik.
(2) Lipatan
kulit bokong ber
i Genitalia/Anus.
(1) Terdapat
labiya mayora menutupi labiya menora.
(2) Anus (+).
j Ekstremitas.
a) Tangan
(1) Pergerakan
: baik dan tidak ada oedema.
(2) Jari
tangan : lengkap kiri dan kanan.
(3) Refleks
menggenggam : baik.
b) Kaki
(1) Pergerakan
: baik dan tidak ada oedema.
(2) Jari
kaki : lengkap kiri dan kanan.
b. Interpretasi
Data Dasar
1) Diagnosa
: Bayi usia 5 hari dengan Ikterus
Data
Dasar :
a) Bayi
lahir tanggal 22 Juli 2012 , BB : 2850gram
b) Keadaan
umum lesu, kulit bayi tampak kuning
c) Bayi
diberikan sinar matahari
d) Bilirubin
total:11,06 mg % dan bili rubin direk 1,06mg %
c. Mengidentifikasi
Masalah Potensial
Pada langkah ini kita
mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosa potensial berdasarkan diagnosa
/ masalah potensial yang sudah diidentifikasi.Langkah ini membutuhkan
antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan.
d. Tindakan
Segera
Mengidentifikasi
perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan untuk dikonsultasikan atau
ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi
klien.
e. Intervensi
Dalam rangka ini
direncanakan asuhan menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah
sebelumnya.Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap masalah atau
diagnosa yang telah diidentifikasi / diantisipasi.
f. Implementasi
Pada langkah keenam ini
rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke-5
dilaksanakan efisien dan aman.
g. Evaluasi
Pada langkah ke-7 ini
dilakukan evaluasi keefektifan dan asuhan yang tidak diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi dalam diagnosa dan masalah.
2.3.14. Pendokumentasian
Asuhan Kebidanan (SOAP)
( Jannah, 2011).
S:
Data Subyektif
Data atau fakta yang
merupakan informasi termasuk biodata, mencakup nama, umur, tempat tinggal,
pekerjaan, status perkawinan, pendidikan serta keluhan-keluhan, diperoleh dari
hasil wawancara langsung pada pasien atau dari keluarga dan tenaga kesehatan
lainnya.
O: Data Obyektif
Data yang diperoleh dari
hasil pemeriksaan fisik mencakup inspeksi, palpasi auskultasi, perkusi serta
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radio diagnostik.
A: Assesment
Merupakan keputusan yang
ditegakkan dari hasil perumusan masalah yang mencakup kondisi, masalah dan
prediksi terhadap kondisi tersebut. Penegakan diagnosa kebidanan dijadikan
sebagai dasar tindakan dalam upaya menanggulangi ancaman keselamatan
pasien/klien.
P: Planning
Rencana
kegiatan mencakup langkah-langkah yang akan dilakukan oleh bidan dalam
melakukan intervensi untuk memecahkan masalah pasien/klien.