Sabtu, 30 Mei 2015

Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak


2.1. Konsep Dasar Pertumbuhan  dan Perkembangan Pada Anak.


2.1.1 Konsep dasar Pertumbuhan dan Perkembangan
a.   Pengertian
1)      Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel tubuh dan juga karena bertambah besar sel (Nursalam,2005).
2)      Perkembangan
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur/fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur,dapat diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem yang terorganisasi (Nursalam,2005).

2.1.2  Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
  Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah
a.       Faktor dalam (internal)
1)      Genetika
Faktor genetika mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan kematangan tulang, alat seksual, serta saraf, sehingga merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang yaitu :
(a)    Perbedaan ras,etnis, atau bangsa
Tinggi badan orang eropa akan berada dengan orang Indonesia atau bangsa lainnya.
(b)   Keluarga
7
Ada keluarga yang cenderung mempunyai tubuh gemuk atau perawakan pendek.
(c)    Umur
Masa pranatal, masa bayi dan masa remaja merupakan tahap yang mengalami pertumbuhan cepat dibandingkan dengan masa lainnya.
(d)   Jenis kelamin
Dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan, misalnya sindrom down.
(e)    Pengaruh hormon
Pengaruh hormon sudah terjadi sejak masa pranatal, yaitu sejak janin berumur 4 bulan. 
b.      Lingkungan
1)      Faktor pranatal (selama kehamilan) , meliputi:
(a)    Gizi, nutrisi ibu hamil akan mempengaruhi pertumbuhan janin, terutama selama trimester akhir kehamilan.
(b)   Mekanis, posisi janin yang abnormal dalam kandungan dapat menyebabkan kelainan congenital, misalnya club foot.
(c)    Toksin, zat kimia,radiasi
(d)   Kelainan endokrin
(e)    Infeksi TORCH atau penyakit menular seksual
(f)    Kelainan imunologi
(g)   Psikologis ibu
2)      Faktor kelahiran
Riwayat kelahiran dengan vakum ekstraksi atau forceps dapat menyebabkan trauma kepala pada bayi sehingga beresiko terjadinya kerusakan jaringan otak
3)      Faktor pasca natal
Seperti halnya pada masa prenatal, faktor yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak adalah gizi, penyakit kronis/kelainan congenital, lingkungan fisik dan kimia, psikologis, endokrin, sosioekonomi, lingkungan pengasuhan, stimulasi dan obat-obatan. (Nursalam, 2005)
1.1.3.  Tahap-tahap tumbuh kembang
Pada dasarnya manusia manusia dalam kehidupannya mengalami berbagai tahapan tumbuh kembang yang paling memerlukan perhatian adalah pada masa anak-anak,tahapan tersebut antara lain :
a.       Masa pranatal (konsepsi-lahir),terbagi atas:
1)      Masa embrio (mudigah): masa konsepsi-8 minggu.
2)      Masa janin (fetus) : 9 minggu-kelahiran
b.      Masa pascanatal, terbagi atas:
1)      Masa neonatal usia 0-28 hari
(a)    Neonatal dini (perinatal) :0-7 hari
(b)   Neonatal lanjut : 8-28 hari
2)      Masa bayi
(a)    Masa bayi dini:1-12 bulan
(b)   Masa bayi akhir: 1-2 tahun
c.       tahun Masa prasekolah (usia 2-6 tahun),terbagi atas:
1)      Prasekolah awal (masa balita): mulai 2-3.  2
2)      Prasekolah akhir : mulai 4-6 tahun
d.      Masa sekolah atau masa pubertas,terbagi atas:
1)      Wanita :6-10 tahun
2)      Laki-laki : 8-12 tahun
e.       Masa adolesensi atau masa remaja,terbagi atas:
1)      Wanita: 10-18 tahun
2)       Laki-laki: 12-20 tahun

1.1.4        Ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan
a.       Perubahan proporsi tubuh yang dapat diamati pada masa bayi dan dewasa.
b.      Hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru yang ditandai dengan lepasnya gigi susu dan timbulnya gigi permanen, hilangnya  refleks primitif pada masa bayi, timbulnya tanda seks sekunder, dan perubahan lainnya.
c.       Kecepatan pertumbuhan tidak teratur yang ditandai dengan adanya masa-masa tertentu, yaitu masa pranatal, bayi, dan adolesensi.

1.1.5         Kebutuhan dasar untuk tumbuh kembang
Tumbuh kembang seorang anak secara optimal dipengaruhi oleh hasil interaksi antara faktor genetis, herediter, dan konstitusi dengan faktor lingkungan.kebutuhan dasar ini dapat dibagi menjadi:
a.    Asuh ( kebutuhan fisik-boimedis )
1)      Nutrisi yang mencukupi dan seimbang
2)      Perawatan kesehatan dasar
3)      Pakaian
4)      Perumahan
5)      Hygiene diri dan lingkungan
6)      Kesegaran jasmani (olah raga dan rekreasi)
b.   Asih (kebutuhan emosi dan kasih sayang)
1)      Kasih sayang orang tua
2)      Rasa aman
3)      Harga diri
4)      Dukungan/dorongan
5)    Mandiri
6)      Rasa memiliki
7)    Kebutuhan akan sukses, mendapatkan kesempatan, dan pengalaman.
c.    Asah (kebutuhan stimulasi).

2.2.Konsep Dasar Hospitalisasi
2.2.1     Pengertian
Hospitalisasi merupakan pengalaman penuh stress baik bagi anak maupun keluarganya. Stressor utama yang dialami dapat berupa perpisahan dengan keluarga, kehilangan kendali, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Reaksi anak dapat diipengaruhi oleh perkembangan usia anak, pangalaman terhadap sakit dan perpisahan, diagnosa penyakit, sistem dukungan, koping terhadap stress. Sedangkan stressor keluarga dapat berupa rasa takut, cemas, bersalah, tidak percaya bila anak sakit dan frustasi (Nursalam, 2005)
2.2.2     Reaksi anak terhadap Hospitalisasi berdasarkan tahap  perkembangan
Reaksi anak terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit dan dipengaruhi oleh perkembangan usia, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, dan di rawat di rumah sakit, support sistem yang tersedia serta keterampilan koppimg dalam menangani stress. Reaksi anak berdasarkan tahap perkembangan:
a.       Bayi (0 – 1 tahun)
Bila bayi berpisah dengan orang tua, maka pembentukan rasa percaya dan pembinaan kasih sayangnya dapat terganggu. Pada bayi usia 6 bulan sulit untuk memahami secara maksimal bagaimana reaksi bayi bila dirawat, karena bayi belum dapat mengungkapkan apa yang dirasakannya, sedang bayi yang diatas 6 bulan akan banyak menunjukkan perubahan. Pada bayi berusia 8 bulan atau lebih telah mengenal ibunya sebagai orang yang berbeda dengan dirinya, sehingga akan terjadi Strenger Anxiety, sehingga bayi akan menolak orang baru yang belum dikenal.
b.      Toddler (1 – 3 tahun)
Toddler belum mampu berkomunikasi dengan mengunakan bahasa yang memadai dan pengertian terhadap relitas terbatas. Hubungan anak dan ibu sangat dekat sehingga perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa kehilangan orang yang terdekat bagi diri anak dan lingkungan yang dikenal akan mengakibatkan perasaan tidak aman dan cemas. Respon perilaku anak akibat perpisahan dibagi dalam tahap yaitu :
1)        Tahap protes (Phase of  Protest)
Pada tahap ini dimanifestasikan dengan menangis kuat, menjerit dan memanggil ibunya atau menggunakan tingkah laku agresif, agar orang lain tahu bahwa ia tidak ingin meninggalkan orang tuanya serta menolak perhatian orang lain.
2)      Tahap putus asa (Phase of Despair)
Pada tahap ini akan tanpak tenang, menangis berkurang, tidak aktif, kurang minat untuk bermain, tidak nafsu makan, menarik diri, sedih dan apatis.
3)      Tahap menerima (Phase of Denial)
Pada tahap ini secara samar-samar anak merima perpisahan, membina hubungan dangkal dengan orang lain serta kelihatan menyukai lingkungan.
c.       Usia Prasekolah (3 – 6 tahun)
Masa  ini merupakan fase penting dalam perkembangannya sehingga ia percaya bahwa tuubuhnya mungkin akan rusak, seperti balon bila ditusuk atau seperti mainan bila diremas saat mengukur tekanan darah.
d.      Usia sekolah (6 – 12 tahun)
Pada usia ini anak berusaha independent dan produktifa, akibat dirawat di rumah sakit menyebabkan perasaan kehilangan kurang kontrol dan kekuatan, hal ini tarjadi karena adanya adanya perubahan dalam peran, kelemahan fisik, takut mati dan kehilangan kegiatan dalam kelompok serta akibat kegiatan rutin rumah sakit seperti badrest, kurangnya privacy, penggunaan pispot dll.
e.       Usia remaja
Kecemasan yang timbul pada anak remaja yang dirawat di rumah sakit adalah akibat perpisahan dengan teman-teman sebaya atau kelompok.Anak tidak merasa takut berpisah dengan orang tua tapi takut kehilangan setatus dan hubungan dengan teman sekelompok. Kecemasan lain disebabakan oleh akibat yang ditimbulkan akibat penyakit fisik, kecacatan serta kurangnya privacy (Nursalam, 2005).
2.2.3     Reaksi keluarga terhadap anak dengan Hospitalisasi
Reaksi keluarga terhadap anak yang dirawat di rumah sakit dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain keseriusan penyakit, pengalaman sakit serta support sistem yang ada, reaksi dapat muncul baik pada orang tua maupun pada saudaranya.

a           Reaksi orang tua
Orang tua akan mengalami stress jika anaknya sakit dan harus dirawat di rumah sakit, kecemasan akan meningkat jika mereka kurang informasi tentang prosedur dan pengobatan anak serta dampaknya terhadap masa depan anak.
b           Reaksi sibling
Reaksi sibling terhadap anak yang sakit dan dirawat di rumah sakit adalah marah cemburu, benci dan bersalah, orang tua seriing kali mencurahkan perhatiannya lebih besar terhadap anak yang sakit, hal ini akan menimbulakan rasa cemburu pada anak yang sehat dan anak merasa ditolak (Nursalam, 2005).
2.2.4        Peran Bidan dalam mengurangi stress akibat Hospitalisasi
Anak dan keluarga membutuhkan perawatan yang kompeten untuk meminimalkan efek negatif dari hospitalisasi.Fokus dari intervensi kebidanan adalah meminimalkan stressor perpisahan, kehilangan kontrol dan perlukaan tubuh atau rasa nyeri pada anak serta memberi support kepada keluarga seperti membantu perkembangan hubungan  dalam keluarga dan memberikan informasi (Nursalam, 2005).
2.2.5        Bermain untuk menghilangkan stress akibat Hospitalisasi
Bermain penting untuk kesehatan mental, emosional dan sosial.Oleh karma itu sangat penting adanya ruang bermain bagi anak untuk memberikan rasa nyaman dan menyenangkan. Dalam pelaksanaanya aktifitas bermain di rumah sakit prlu diperhatikan perinsip-perinsip bermain di rumah sakit dan pemainan yang sesuai dengan usia atau tingkat tumbuh kembang anak. Sehingga tujuan bermain yaitu untuk mempertahankan proses tumbuh kembang dapat dicapai secara optimal. Disamping itu keterlibatan orang tua dalam aktifitas bermain sangat penting karena anak akan merasa aman sehingga anak mampu mengekspresikan perasaannya secara bebas dan terbuka (Nursalam, 2005).


2.3.Tinjauan Tentang Ikterus Neonatorum
2.3.1.   Pengertian Ikterus Neonatorum
a.       Definisi
Ikterus adalah Perubahan warna kulit/sclera mata(normal berwarna putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang fisiologis, terdapat pada 25%-50% pada bayi yang lahir cukup bulan(Dwi Maryanti 2011).
Berdasarkan tingkatannya ikterus neonatorum memiliki definisi yang berbeda-beda diantaranya:
1)        Ikterus Fisiologis
Adalah ikterus yang timbul pada hari ke-2 dan ke-3 dan tidak disebabkan oleh kelainan apapun, ikterus ini biasanya menghilang pada akhir minggu pertama atau selambat-lambatnya 10 hari pertama, kadar billirubin darah tidak lebih dari kadar yang membahayakan dan tidak mempunyai potensi yang menimbulkan kecacatan pada bayi.
2)        Ikterus Patologis/hiperbilirubinemia
Adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kren ikterus bila tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologi. Bila kadar bilirubin mencapai12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Kadar billirubin darahnya melebihi batas, dan disebut sebagai hiper billirubinemia.
3)        Kern Ikterus
         Adalah suatu kerusakan otak akibat perlegketan Bilirubin Indrik pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, Nukleussubtalamus, Hipokampus, Nukleus merah, dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.


2.3.2.   Jenis-jenis Ikterus Neonatorum
a.       Ikterus Fisiologis
Biasanya timbul pada hari kedua lalu menghilang setelah sepuluh hari atau pada akhir minggu kedua.
b.      Ikterus Patologis
Timbul segera dalam 24 jam pertama dan menetap setelah minggupertama kehamilan. Bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg perhari.
c.       Kern Ikterus
Pada neonatus cukup bulan kadar bilirubin diatas 20 mg% berkembang menjadi kern ikterus. Terjadinya ikterus tergantung pada keadaan umum bayi.Bila bayi menderita hipoksia, asidosis, hipoglikemin maka kern ikterus dapat timbul.
d.      Ikterus Hemolitik
Disebabkan oleh inkompatibilitas rhesus, golongan darah ABO, golongan darah lain, kelainan eritrosit kongenital, atau defisiensi enzim G-G-PD pada bayi.
e.       Ikterus Obstruktif
Terjadi karena sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun luar hati. Bila kadar bilirubin direk diatas   1mg% kita harus curiga akan adanya obstruksi penyaluran empedu.

2.3.3.   Jenis jenis Ikterus menurut waktu terjadinya
a.    Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
1)         Ikterus yang trjadi pada 24 jam pertama sebagian besar disebabkan oleh:inkompatibilitas darah Rh ABO atau golongan lain.
2)         Infeksiinta uterine.
3)         Kadang-kadang karena defisiensi enzim  G-6-PD.
b.   Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir.
1)         Biasanya ikterus fisiologis .
2)         Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah Rh,ABO atau golongan lain.
3)         Defisiensi enzim G-6-PD atau enzim eritrosit lain juga masih mungkin.
4)         Policitemia.
5)         Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponerosis perdarahan hipar,sub capsula dan   lain-lain ).
c.    Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
1)         Sepsis.
2)         Dehidrasi dan asidosis Defisiensi G-6-PD.
3)         Pegaruh obat-obatan.
4)         Sindroma Criggler-Najjar,sindroma Gilbert.
d.   Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjut nya.
1)         Ikterus obstruktive.
2)         Hipotiroidisme.
3)         Breast milk jaundice.
4)         Infeksi.
5)         Hefatitis neonatal.
6)         Galaktosemia.
Table 2.1 Ikterus Neonatorum,menurut waktu kemunculan

24  Jam Pertama
Hari Kedua-Kelima
Setelah Akhir Minggu Kedua
1.Pennyakit hemolisis

2. inkompatibilitas reshus
3.inkompatibilitas ABO

4. defisiensi G6PD

5. infeksi congenital
1.Fisiologis

2.Infeksi  hematoma
3.Galaktosemia dan kelainan metabolic lain
4.Ikterus non hemolitik   familial

5.bayi dari ibu diabetes
1.Ikterus ASI (Breast milkjaundice)
2.Hipotiroidisme
3.hepatitis

4.Atrisia biliar dan masalah traktus biliaris lainnya
                  Sumber: (Dafid Hull.2008).



2.3.4.   Patokan penting
Bayi kuning bisa dideteksi oleh orang tua lewat mata bayi.Yang perlu dipahami karena fisiologis atau akibat penyakit. Ada sejumlah patokan yang bisa dipelajari :
a.       Jika kuningnya timbul dalam 24 jam petama dalam sehari kadar bilirubin meningkat secara pesat atau progresif.
b.       Jika bayi tampak tidak aktif, tidak mau menyusu, cenderung lebih banyak tidur, disertai suhu tubuh yang mungkin meningkat atau malah turun.
c.       Jika bayi kuning lebih dari 2 minggu.
d.      Jika air kencingnya berwarna tua seperti air teh.


Tabel 2.2 penentuan derajat Ikterus menurut pembagian zona tubuh menurut Kremer

Daerah
Luas ikterus
Kadar bilirubin (mg)
1
Kepala dan leher
5
2
Daerah 1
(+)
Badan bagian atas
9
3
Daerah 1, 2
(+)
Badan bagian bawah dan tungkai
11
4
Daerah 1, 2, 3
(+)
Lengan dan kaki dibawah dengkul
12
5
Daerah 1, 2, 3, 4
(+)
Tangan dan kaki
16

1.      Kulit bayi kuning dikepala, leher dan badan bagian atas, berarti bilirubin kira-kira 9mg%.
2.      Kulit bayi kuning seluruh badan sampai kaki dantangan, berarti bilirubin ≥15mg%  (Saifuddin,A.B. 2006).
Gambar 2.2 bayi Ikterus Neonatorum pada saat foto terapi
Sumber : (Endruw,2010).       
Tabel 2.3.Bagan pengelompokan jenis ikterus
Tanda-tanda
Warna kuning pada kulit dan sclera mata (tanpa hepatomegali, perdarahan kulit dan kejang-kejang)
Kategori
Normal
Fisiologik
Patologik
Penilaian
- daerah ikterus 
  (rumus Kramer)
- kuning hari ke :
- kadar bilirubin
1

1-2
mg%
1+2

>3
5-9 mg%
1 sampai 4

>3
11-15 mg%
1 sampai 5

>3
11-20 mg%
1 sampai 5

>3
>20 mg%
(Saifuddin Abdul Bari, 2006).
2.3.5.   Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada ikterus adalah sebagai berikut:
a.       Tes darah: hitung darah lengkap-makrositosis, trombosit openia atau ureu yang rendah bisa ditemukan pada penyakit hati kronis. Natrium yang rendah (bukan disebabkan oleh diuretik) adalah  tanda prognostik yang buruk.
b.      Tes fungsi hati : kadar albumin yang rendah mungkin non sfesifik. Transminase bisa memberi petunjuk apakah ikterus terutama terjadi karena penyebab hepatoseluler (SGOT dan SPGT >  fosfatase alkali) atau kolestatik (fosfatase alkali atau GT,gama glutamyl transfarase >SGOT), walaupun dapat juga bersifat campuran. Transaminase yang normal menunjukkan kelainan hemolisis yang lebih jarang.
c.       Tes serologi Hepatitis virus : IgM Hepatitis A adalah pemeriksaan diagnostik untuk hepatitis A akut. Hepatitis B akut ditandai oleh adanya HBS Ag (antigen permukaan hepatitis B) dan deteksi DNA hepatitis B. Hepatitis C jarang menyebabkan hepatitis akut namun sering menyebabkan penyakit hati kronis.
d.      USG hati : bias membantu menegakkan diagnosis klinis, karena bias menunjukkan abnormalitas hati fokal seperti metastasis, abses hati, atau kelainan vaskuler. Bisa menemukan tanda-tanda obstruksi bilier (dilatasi duktus biliaris) dan penyebab ikterus
e.       ERCP : jika ada tanda-tanda ubstruksi billier, ERCP tetap merupakan tes definitive untuk menentukan apakah obstruksi terjadi intraluminal (batu empedu pada duktus biliaris komunis atau ekstrluminal (striktur maligna dari karsinom pancreas).
f.       Biopsy hati : histology hati tetap merupakan pemeriksaan definitive untuk ikterus hepatoseluler dan beberapa kasus ikterus kolestatik (sirosis biliaris primer, kolestasis intrahepatik akibat obat-obatan (Davey. P,  2005).

2.3.6.   Etiologi
a.       Sejak sebelum hamil
dari riwayat terdahulu pernah melahirkan bayi yang menderita bayi kuning
b.      Selama kehamilan
1)     Penggunaan obat-obatan asetosal (biasanya digunakanuntuk  mengatasi penyakit.
2)     Kurang mengkonsumsi sayuran yang banyak mengandung asam folat.
3)     Tidak menjalani pemeriksaan kehamilan dengan baik. Lewat pemeriksaan kehamilan dan pengamatan persalinan sebelumnya bisa terdeteksi adanya gangguan atau penyakit penyebab ikterus.
c.       Selama proses persalinan
1)     Jalan lahir ibunya kotor.
2)     Alat-alat persalinan tidak steril.
3)     Penanganan persalinan tidak sesuai prosedur.
d.      Saat perawatan bayi baru lahir
1)     Pemberian obat-obatan yang mengandung sulfas
2)     Perawatan bayi kurang bersih sehingga menimbulkan infeksi penyebab ikterus
3)     Pemberian ASI kurang tepat dan benar (Ngastiyah,2005).



2.3.7.   Tanda dan gejala
Adapun tanda dan gejala neonatus dengan Ikterus Neonatorum antara lain: (Maryunani,2009).
a.       Kulit jaundice (kuning).
b.      Scleraikterik.
c.       Peninggkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus yang cukup bulan dan 12,5mg%  pada neonatus yang kurang bulan.
d.      Kehilangan berat badan sampai 5% selama 24 jam yang disebabkan oleh rendahnya intake kalori.
e.       Asfiksia
f.       Hipoksia
g.      Sindrome gangguan pernafasan
h.      Pemeriksaan abdomen terjadi bentuk perut yang membuncit.
i.        Feses berwarna seperti dempul dan pemeriksaan neurologist dapat ditemukan adanya kejang.
j.        Epistotonus (posisi tubuh bayi melengkung).
k.      Terjadi pembesaran hati
l.        Tidak mau minum ASI.
m.    Letargi.
n.      Refleks Moro lemah atau tidak ada sama sekali.

2.3.8.   Patofisiologi
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksin dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar hasil bilirubin berasal dari degredasi hemoglobin darah dan eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dari proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain.  Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air dan larut dalam lemak, karena mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologic seperti placenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat dengan oleh reseptor membran sel hati dan masuk kedalam sel hati. Segera setelah ada dalam  sel hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin (protein Y), protein Z, dan glutation hati lain yang membawanya ke reticulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transfarase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui diktus hepatikus kedalam saluran pencernaan dan seelanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dari tinja sebagai strikobilin. Dalam usus sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses arbsorbsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada neonatus. Proses tersebut karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari), dan belum matangnya fungsi hepar.
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian tersering adalah apabila terdapat pertambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat pieningkatan penghancuran eritrosit bayi/janin, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang atau pada keadaan protein Y dan protein Z terikat oleh anion lain, misalkan pada bayi dengan asidosis atau keadaan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang dapat memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan konjugasi hepar  (defisiensi enzim glukoronil transfarase) atau bayi memderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu ekstra/intrahepatik (Rukiyah,A , 2010).
2.3.9.   Komplikasi
1.      Kern-Ikterus  adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pad korpus striatum, thalamus nucleussubtalamus, hipokampusnucleus merah dan nucleus pada daerah ventrikuler ke IV.
Untuk mencegah terjadinya kern-ikterus (ensefalopati biliaris) dalam hal ini yang paling penting adalah pengamatan yang ketat dan cermat perubahan PT (Prothrombin Time) kadar ikterus  atau bilirubin bayi baru lahir, khususnya ikterus yang kemungkinan besar menjadi patologis yaitu:
a)         Ikterus yang terjadi 24 jam pertama
b)         Ikterus dengan kadar bilirubin >12,5 mg% pada neonatus cukup bulan atau >10 mg% pada neonatus kurang bulan.
c)         Ikterus dengan peningkatan kadar bilirubin >5 mg% per hari (Wikajosasrto. H, 2005).
2.      Kerusakan  hepar dan gagal ginjal

2.3.10.  Perawatan Bayi baru lahir dengan Ikterus
a.      Sarankan orang tua agar memaparkan bayi pada matahari pagi hari (pukul : 07.00-08.00) selama 15 menit sampai keadaan Ikterus menghilang.
b.      Berikan cukup minum.
c.      Kembali kontrol satu minggu lagi.
d.     Memenuhi kebutuhan cairan atau nutrisi dengan memberi minum sesuai kebutuhan. Jika tidak mau menghisap berikan susu dengan sendok.
e.      Untuk memenuhi kebutuhan psikologis dengan memangku bayi setiap memberikan minum dan mengajak berkomunikasi secara verbal.
f.       Memelihara kebersihan tempat tidur bayi dan lingkungannya.
g.      Mencegah terjadinya infeksi (memperhatikan cara kerja aseptik) (Ngastiyah, 2005).

2.3.11.    Penatalaksanaan medis Bayi Ikterus
a.        Tindakan umum
1)         Memeriksa golongan darah ibu, (Rh, ABO) dan lainlain pada waktu hamil.
2)         Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi sbaru lahir yang dapat menimbulkan ikterus, infeksi, dan dehidrasi.
3)         Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.
4)         Iluminasi yang cukup baik ditempat bayi dirawat.
5)         Pengobatan terhadap faktor penyebab bila diketahui.
b.       Tindakan khusus
1)         Pemberian fenobarbital, agar proses konjugasi dapat dipercepat, cara ini tidak efektif karena pemberian fenobarbital memiliki efek samping seperti gangguan metabolic, dan pernafasan, baik pada ibu maupun bayi.
2)         Memberi substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi, misalnya pemberian albumin untuk menbikat bilirubin bebas.
3)         Melakukan dekomposisi bilirubin dengan foto terapi
4)         Mengeluarkan bilirubin secara mekanik, yaitu dengan transfusi tukar.
c.        Tindak lanjut
Tindak lanjut terhadap semua bayi yang menderita hiperbilirubinemia ialah dengan evaluasi berkala terhadap pertumbuhan, perkembangan dan pendengaran, serta fisioterapi dan rehabilitasi terhadap gejala sisa.





2.3.12.    Proses Manajemen Asuhan Kebidanan
a.         Pengertian Manajemen Kebidanan.             
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan  sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah,penemuan-penemuan keterampilan dalam rangkaian tahapan logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien.(Dudi zulvzdi,2011).
b.      Proses Manajemen Kebidanan
1)      Pengumpulan Data Dasar.
Pada langkah ( satu ) ini di lakukan pengkajian dengan pengumpulan semua data yang  diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap yaitu riwayat kesehatan. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya, meninjau data laboratorium dan membandingkan dengan hasil studi.
2)     Interpretasi Data Dasar.
Pada langkah ini dilakukan indentifikasi yang benar terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah di kempulkan.Data dasar yang sudah di kumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosis yang spesifik.Kata masalah dan diagnosa keduanya digunakan,karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan seperti diagnosa tetapi sungguh membutuhkan penanganan yang dituangkan kedalam sebuah rencana asuhan terhadap klien.Masalah sering berkaitan dengan Bayi yang diidentifikasi oleh Bidan sesuai dengan pengarahan,masalah ini sering di sertai diagnosa.
3)         Mengidentifikasi Diagnosa/Masalah Potensial.
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi,bila memungkinkan melakukan pencegahan,sambil mengamati klien,Bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial ini benar-benar terjadi.
4)         Mengidentifikasi Kebutuhan Tindakan Segera.
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh Bidan atau Dokter  untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan Tim Kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah (keempat) ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan .Jadi manajemen bukan hanya selama Asuhan Primer Periodic atau  kunjungan prenatal saja tetapi juga selama Bayi tersebut bersama Bidan terus menerus,Misalnya pada waktu Bayi tersebut dalam pemeriksaan.
5)         Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh.
Pada langkah ini direncanakan Asuhan Menyeluruh,
ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya.Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang  telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi.Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah diidentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap Bayi tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya.
6)         Melaksanakan Perencanaan.
Perencanaan ini biasa dilakukan seluruhnya oleh Bidan,atau sebagian oleh klien atau anggota Tim Kesehatan lainnya.Jika Bidan tidak melakukannya sendiri,ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya (misalnya: memastikan agar langkah-langkah tersebut tetap terlaksana).
Dalam situasi dimana Bidan berkolaborasi dengan Dokter,untuk menangani klien yang mengalami komplikasi,maka keterlibatan Bidan dalam manajemen asuhan bagi klien adalah bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efesien yang akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu  dari asuhan klien.
7)      Evaluasi  
Pada langkah (ketujuh) ini dilakukan evaluasi efektifan dari asuhan yang sudah diberikan pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan di dalam masalah dan diagnosa.

2.3.13.    Konsep Pengkajian
a.    Pengkajian
Merupakan langkah awal dan komponen terpenting dalam memberikan asuhan kebidanan.( Jannah, 2011).
A.       Data Subjektif
1)      Identitas
(a)    Identitas Bayi
Biodata
Bayi
Nama           
Umur
Tgl/Jam Lahir
Jenis kelamin
Berat badan
Panjang badan

(b)      Identitas Istri Dan Suami
Biodaa
Istri
Suami
Nama
Umur
Agama
Suku/ Bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
(c)    Riwayat ANC
(1)      Prenatal  : Umur Kehamilan,gerakan janin selama kehamilan, ANC, imunisasi TT, penyakit atau masalah kesehatan selama kehamilan, obat-obatan yang dikonsumsi
(2)      Natal      :   Bayi lahir spontan, letak belakang kepala, keterangan, jenis kelamin, tanggal dan pukul lahir, penilaian APGAR SCORE 1 menit pertama dan 5 menit kedua
(3)      Post Natal : keadaan umum bayi, berat badan bayi, panjang badan bayi, lingkar lengan bayi, lingkar kepala bayi, lingkar dada bayi, lubang anus, dan kelainan pada bayi.
B.       Data Objektif
1)      Pemeriksaan Umum Neonatus
a         BBL/PBL                              : 2500-3500 gram/45-50 cm.
b        Jenis kelamin                         : L/P.
c         Lingkar kepala                      : 33-35 cm.
d        Lingkar dada                         : 30-33 cm.
e         Tanda-tanda vital     
(1)      Frekuensi jantung           : normal100-160 x /menit.
(2)      Pernapasan                     : normal 30-60 x /menit.
(3)      Suhu                               : normal 36,50C – 37,5 0C.
2)      Pemeriksaan fisik bayi
a         Kepala          
(1)      Rambut                         : tipis hitam dan lurus.
(2)      Sutura                             : teraba jelas
b        Mata
(1)      Kesemetrisan                  : Simetris kiri dan kanan.
(2)      Sklera                             : Tidak ikterus.
(3)      Konjungtiva                   : Tampak merah muda.

c         Hidung
(1)            Amati pola pernapasan.
(2)            Amati mukosa lubang hidung.
d        Mulut dan bibir.
(1)            Refleks mengisap baik.
(2)            Bibir merah muda.
e         Kulit
(1)            Berwarna merah muda.
f         Leher
(2)            Tonus otot leher baik.
g        Dada dan perut.
(1)            Gerakan dada sesuai dengan pola napas bayi.
(2)            Tonjolan/tulang dada tidak ada.
(3)            Keadaan tali pusat putih/berpilin dan dibungkus dengan gaas steril.
h        Punggung/bokong.
(1)            Tonjolan punggung baik.
(2)            Lipatan kulit bokong ber
i          Genitalia/Anus.
(1)            Terdapat labiya mayora menutupi labiya menora.
(2)            Anus  (+).
j          Ekstremitas.
a)         Tangan
(1)   Pergerakan : baik dan tidak ada oedema.
(2)   Jari tangan : lengkap kiri dan kanan.
(3)   Refleks menggenggam : baik.
b)         Kaki
(1)   Pergerakan : baik dan tidak ada oedema.
(2)   Jari kaki : lengkap kiri dan kanan.



b.      Interpretasi Data Dasar
1)      Diagnosa : Bayi usia 5 hari dengan Ikterus
Data Dasar  :
a)      Bayi lahir tanggal 22 Juli 2012 , BB : 2850gram
b)      Keadaan umum lesu, kulit bayi tampak kuning
c)      Bayi diberikan sinar matahari
d)     Bilirubin total:11,06 mg % dan bili rubin direk 1,06mg %          
c.         Mengidentifikasi Masalah Potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosa potensial berdasarkan diagnosa / masalah potensial yang sudah diidentifikasi.Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan.
d.        Tindakan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.
e.         Intervensi
Dalam rangka ini direncanakan asuhan menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya.Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi / diantisipasi.
f.         Implementasi
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke-5 dilaksanakan efisien dan aman.
g.        Evaluasi
Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dan asuhan yang tidak diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi dalam diagnosa dan masalah.



2.3.14.    Pendokumentasian Asuhan Kebidanan (SOAP)
( Jannah, 2011).
                    S: Data Subyektif
Data atau fakta yang merupakan informasi termasuk biodata, mencakup nama, umur, tempat tinggal, pekerjaan, status perkawinan, pendidikan serta keluhan-keluhan, diperoleh dari hasil wawancara langsung pada pasien atau dari keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
O: Data Obyektif
Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik mencakup inspeksi, palpasi auskultasi, perkusi serta pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radio diagnostik.
 A: Assesment
Merupakan keputusan yang ditegakkan dari hasil perumusan masalah yang mencakup kondisi, masalah dan prediksi terhadap kondisi tersebut. Penegakan diagnosa kebidanan dijadikan sebagai dasar tindakan dalam upaya menanggulangi ancaman keselamatan pasien/klien.
P:  Planning
Rencana kegiatan mencakup langkah-langkah yang akan dilakukan oleh bidan dalam melakukan intervensi untuk memecahkan masalah pasien/klien.