Kamis, 04 Juni 2015

DISTOSIA BAHU

Distosia Bahu



A. Pengertian
Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet diatas sacral promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul, atau bahu tersebut bisa lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari tulang sakrum.

B. Patofisiologi
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu meneran akan meyebabkan bahu depan (anterior) berada di bawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis sehingga bahu tidak bisa lahir mengikuti kepala.

C. Etiologi
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk “melipat” ke dalam panggul (misal : pada makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelah bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.

D. Penilaian Klinik
1. Kepala janin telah lahir namun masih erat berada di vulva
2. Kepala bayi tidak melakukan putaran paksi luar
3. Dagu tertarik dan menekan perineum
4. Tanda kepala kura-kura yaitu penarikan kembali kepala terhadap perineum sehingga tampak masuk kembali ke dalam vagina.
5. Penarikan kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang terperangkap di belakang symphisis.

E. Faktor Risiko
1. Ibu dengan diabetes, 7 % insiden distosia bahu terjadi pada ibu dengan diabetes gestasional (Keller, dkk)
2. Janin besar (macrossomia), distosia bahu lebih sering terjadi pada bayi dengan berat lahir yang lebih besar, meski demikian hampir separuh dari kelahiran doistosia bahu memiliki berat kurang dari 4000 g.
3. Riwayat obstetri/persalinan dengan bayi besar
4. Ibu dengan obesitas
5. Multiparitas
6. Kehamilan posterm, dapat menyebabkan distosia bahu karena janin terus tumbuh setelah usia 42 mingu.
7. Riwayat obstetri dengan persalinan lama/persalinan sulit atau riwayat distosia bahu, terdapat kasus distosia bahu rekuren pada 5 (12%) di antara 42 wanita (Smith dkk., 1994)
8. Cephalopelvic disproportion
The American College of Obstetrician and Gynecologist (1997,2000) meninjau penelitian-penelitian yang diklasifikasikan menurut metode evidence-based yang dikeluarkan oleh the United States Preventive Sevice Task Force, menyimpulkan bahwa :
1. Sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diramalkan atau dicegah karena tidak ada metode yang akurat untuk mengidentifikasi janin mana yang akan mengalami komplikasi ini.
2. Pengukuran ultrasonic untuk memperkirakan makrosomia memiliki akurasi yang terbatas.
3. Seksio sesarea elektif yang didasarkan atas kecurigaan makrosomia bukan merupakan strategi yang beralasan.
4. Seksio sesarea elektif dapat dibenarkan pada wanita non-diabetik dengan perkiraan berat janin lebih dari 5000 g atau wanita diabetik yang berat lahirnya diperkirakan melebihi 4500 g.

F. Komplikasi pada Ibu
Distosia bahu dapat menyebabkan perdarahan postpartum karena atonia uteri, rupture uteri, atau karena laserasi vagina dan servik yang merupakan risiko utama kematian ibu (Benedetti dan Gabbe, 1978; Parks dan Ziel, 1978)

G. Komplikasi pada Bayi
Distosia bahu dapat disertai morbiditas dan mortalitas janin yang signifikan. Kecacatan pleksus brachialis transien adalah cedera yang paling sering, selain itu dapat juga terjadi fraktur klavikula, fraktur humerus, dan kematian neonatal.

H. Penatalaksanaan Distosia Bahu
Penatalaksanaan ditosia bahu juga harus memperhatikan kondisi ibu dan janin. Syarat-syarat agar dapat dilakukan tindakan untuk menangani distosia bahu adalah :
1. Kondisi vital ibu cukup memadai sehingga dapat bekerjasama untuk menyelesaikan persalinan
2. Masih mampu untuk mengejan
3. Jalan lahir dan pintu bawah panggul memadai untuk akomodasi tubuh bayi
4. Bayi masih hidup atau diharapkan dapat bertahan hidup
5. Bukan monstrum atau kelainan congenital yang menghalangi keluarnya bayi
Karena distosia bahu tidak dapat diramalkan, pelaku praktik obstetric harus mengetahui betul prinsip-prinsip penatalaksanaan penyulit yang terkadang sangat melumpuhkan ini.

1. Teknik Penanganan Distosia Bahu
Prinsip utama dalam penanganan distosia bahu adalah melahirkan badan bayi sesegera mungkin dengan beberapa teknik berikut :

a. Episiotomi
Episiotomi dilakukan dengan tujuan memperluas jalan lahir sehingga bahu diharapkan dapat lahir.

b. Manuver Mc Robert (1983)
1) Dengan posisi ibu berbaring, minta ibu untuk menarik kedua lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya, minta dua asisten (boleh suami atau anggota keluarganya) untuk membantu ibu.
2) Tekan kepala bayi secara mantap dan terus-menerus ke arah bawah (kearah anus ibu) untuk menggerakkan bahu anterior di bawah symphisis pubis. Hindari tekanan yang berlebihan pada bagian kepala bayi karena mungkin akan melukainya.
3) Secara bersamaan minta salah satu asisten untuk memberikan sedikit tekanan supra pubis ke arah bawah dengan lembut. Jangan lakukan dorongan pada pubis, karena akan mempengaruhi bahu lebih jauh dan bisa menyebabkan ruptur uteri

c. Manuver Corkscrew Woods (1943)
1) Masukkan satu tangan ke dalam vagina dan lakukan penekanan pada bahu anterior, ke arah sternum bayi, untuk memutar bahu bayi dan mengurangi diameter bahu
2) Jika perlu, lakukan penekanan pada bahu posterior ke arah sternum.

d. Teknik Pelahiran Bahu Belakang
1) Masukkan satu tangan ke dalam vagina dan pegang tulang lengan atas yang berada pada posisi posterior
2) Fleksikan lengan bayi di bagian siku dan letakkan lengan tersebut melintang di dada bayi.

e. Manuver Rubin (1964)
1) Pertama dengan menggoyang-goyang kedua bahu janin dari satu sisi ke sisi lain dengan memberikan tekanan pada abdomen.
2) Bila tidak berhasil, tangan yang berada di panggul meraih bahu yang paling mudah di akses, kemudian mendorongnya ke permukaan anterior bahu. Hal ini biasanya akan menyebabkan abduksi kedua bahu kemudian akan menghasilkan diameter antar-bahu dan pergeseran bahu depan dari belakang simfisis pubis.

f. Manuver Hibbard (1982)
Menekan dagu dan leher janin ke arah rectum ibu dan seorang asisten menekan kuat fundus saat bahu depan dibebaskan. Penekanan fundus yang dilakukan pada saat yang salah akan mengakibatkan bahu depan semakin terjepit (Gross dkk., 1987)

g. Posisi Merangkak
1) Minta ibu untuk berganti posisi merangkak
2) Coba ganti kelahiran bayi tersebut dalam posisi ini dengan cara melakukan tarikan perlahan pada bahu anterior ke arah atas dengan hati-hati.
3) Segera setelah lahir bahu anterior, lahirkan bahu posterior dengan tarikan perlahan ke arah bagian bawah dengan hati-hati.

h. Manuver Zavanelli (Sandberg, 1985)
1) Mengembalikan kepala ke posisi oksiput anterior atau posterior bila kepala janin telah berputar dari posisi tersebut
2) Memfleksikan kepala dan secara perlahan mendorongnya masuk kembali ke vagina yang diikuti dengan pelahiran secara sesar.
3) Memberikan terbutaline 250 mg subkutan untuk menghasilkan relaksasi uterus.

i. Fraktur Klavikula
Mematahkan klavikula dengan cara menekan klavikula anterior terhadap ramus pubis dapat dilakukan untuk membebaskan bahu yang terjepit.

j. Kleidotomi
Kleidotomi yaitu memotong klavikula dengan gunting atau benda tajam lain, biasanya dilakukan pada janin mati (Schram, 1983)

k. Simfisiotomi
Simfisotomi yaitu mematahkan simfisis pubis untuk mempermudah persalinan juga dapat diterapkan dengan sukses (Hartfield, 1986). Namun Goodwin dkk. Melaporkan bahwa tiga kasus yang mengerjakan simfisiotomi, ketiga bayi mati dan terdapat morbiditas ibu signifikan akibat cedera traktus urinarius.

2. Langkah- langkah Penatalaksanaan Distosia Bahu

a. Asuhan Persalinan Normal 2008
1) melakukan episiotomy,
2) melakukan manuver McRobert dengan tekanan supra pubik.
Biasanya dengan manuver tersebut janin dengan distosia bahu sudah dapat dilahirkan. Namun jika bahu tidak lahir direkomendasikan manuver Corkscrew Woods, teknik pelahiran bahu belakang dan melahirkan dengan posisi merangkak. Sedangkan fraktur klavikula merupakan pilihan terakhir.

b. The American College of Obstetrician
Merekomendasikan langkah-langkah berikut ini untuk penatalaksanaan distosia bahu dengan urut-urutan bergantung pada pengalaman dan pilihan masing-masing operator :
1) Panggil bantuan (mobilisasi asisten, anestesiolog, dan dokter anak). Pada saat ini dilakukan upaya untuk melakukan traksi ringan. Kosongkan kandung kemih bila penuh.
2) Lakukan episiotomy luas (mediolateral) untuk memperluas ruangan posterior
3) Penekanan suprapubik dilakukan pada saat awal oleh banyak dokter karena alasan kemudahannya. Hanya dibutuhkan satu asisten untuk melakukan penekanan suprapubik sementara traksi ke bawah dilakukan pada kepala janin.
4) Manuver McRobert memerlukan dua asisten, tiap asisten memegangi satu tungkai dan memfleksikan paha ibu ke arah abdomen.

Manuver-manuver di atas biasanya dapat mengatasi sebagian besar kasus distosia bahu. Namun, bila manuver ini gagal, langkah-langkah berikut dapat dicoba :
5) Manuver Corkscrew Woods
6) Pelahiran lengan belakang dapat dicoba, tapi jika lengan belakang dalam posisi ekstensi sempurna, hal ini biasanya sulit dilakukan.
7) Teknik-teknik lain sebaiknya dilakukan bila manuver-manuver lain telah gagal, yang termasuk teknik ini adalah fraktur klavikula dan manuver Zavanelli.


PERSALINAN MACET

A.      Persalinan Macet
Persalinan macet/ distosia: persalinan yang tidak maju/ persalinan yang sulit
Sebab-sebab persalinan macet dapat dibagi menjadi 3 golongan:
I. Persalinan macet oleh karena faktor kelainan tenaga/ kelainan his   
Kontraksi uterus pada persalinan biasa:       
a. kontraksi uterus dimulai pada salah satu tanduk uterus, kadang dari sebelah kanan atau kiri. Dari sini kontraksi menjalar ke seluruh miometrium.
b. Fundus uteri berkontraksi lebih dahulu, lebih lama dan lebih kuat dibandingkan bagian lain.
c. Tonus otot meningkat pada waktu his dan kembali pada keadaan semula.
1).  Jenis-Jenis Kelainan His       
Inersia Uteri
Di sini his bersifat biasa, dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu daripada yang lain, dan peranan fundus tetap menonjol.
Kelainannya: kontraksi uterus lebih lemah, lebih singkat dan lebih jarang. Bila ketuban masih utuh tidak banyak bahaya (kecuali jika persalinan berlangsung terlalu lama).
a). inersia uteri primer: kalau kelainan his timbul pada permulaan persalinan
b). inersia uteri sekunder: timbulnya setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu yang lama.
Permasalahan: sulit mendiagnosis inersia uteri dalam masa laten, sering salah dengan false labour            .

2). His Terlampau Kuat
His terlampau kuat tidak menyebabkan distosia, tetapi merupakan salah satu bentuk kelainan his.   
Disebut partus presipitatus: his terlalu kuat dan terlalu efisien sehingga persalinan berlangsung cepat (kurang dari 3 jam).      
Bahaya partus presipitatus: perlukaan luas dari jalan lahir, perdarahan intrakranial. Pada kasus DKP atau kelainan letak: his yang terlampau kuat maka kontraksi dan retraksi bagian atas uterus berjalan terus sedangkan bagian bawah makin diregangkan.
3). Incoordinate Uteri        
Dalam keadaan ini, sifat his berubah. His menjadi: tonus otot meningkat (baik di dalam maupun di luar His), tidak ada sinkronisasi antar bagian-bagian uterus).                     
Akibatnya:
a. his tidak efisien menimbulkan pembukaan dan penurunan kepala.
b.tonus otot yang meningkat menimblkan nyeri pada ibu.
c. hipoksia janin                   
d. partus lama



Etiologi
a. primigravida, terutama primigravida tua
b. bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan segment bawah rahim (misal: kelainan letak janin, DKP, presbo, anencephalus)
c. terdapat kelainan benyuk uterus (misal uterus bikornis unikolis)

Penanganan:
Secara umum:   
a. awasi keadaan umum ibu      
b. pengawasan DJJ (tiap 30 menit)       
c.  pemberian rehidrasi  
d. persalinan lama, evaluasi: false labour(?), incoordinate uterine action(?), atau DKP(?).
  
Secara khusus:  
a. Inersia Uteri:
Dulu, pada saat teknik pembedahan belum semaju sekarang, menunggu merupakan sikap yang bijaksana dalam menangani inersia uteri. Tapi dengan teknik pembedahan, anestesi dan obat antibiotik yang baik, maka menunggu sudah banyak ditinggalkan. Bila dijumpai inersia uteri, dapat dilakukan augmentasi/stimulasi dengan 5 IU oxytocine dalam Dextrose 5% dimulai dengan 8 tts/menit naik tiap 15 menit, dengan tetesan maksimal 60 tetes/menit. Diharapkan dengan stimulasi ini maka akan memperbaiki His.      
b. Partus precipitatus: ada kecenderungan berulang sehingga pada saat ANC maupun saat persalinan perlu ditanyakan mengenai riwayat persalinan sebelumnya, tindakan episiotomi dapat dipertimbangkan.
c. Incoordinate uterine action: terapi lebih kearah pengobatan simptomatisnya yang dikeluhkan oleh penderita.
II. Persalinan macet oleh karena faktor kelainan janin: kelainan letak dan bentuk janin
A. Kelainan Letak, presentasi atau posisi  
Perlu dibaca lagi mengenai:      
1.    SIKAP         
Hubungan antara bagian-bagian badan fetus satu sama lain:          
Dikenal:
a. Fleksi: presentasi belakang kepala
b. Defleksi:   
1). Ringan: presentasi puncak kepala      
2). Sedang: presentasi dahi         
3). Maksimal: presentasi muka    

2.  PRESENTASI    
Bagian tubuh fetus yang terdapat di bagian terbawah jalan lahir
Dikenal:
a) Letak memanjang:       
1). Presentasi kepala:  
·         Presentasi belakang kepala (prebelkep, occiput presentation)
·          Presentasi puncak kepala (sinsiput presentation)
·         Presentasi dahi (Brow presentation)
·         Presentasi muka (face presentation)
2).  Presentasi bokong
·         Presentasi bokong-kaki sempurna/ complete breech
·         Presentasi bokong murni/ frank breech
·        Presentasi kaki (footlink breech / incomplete breech)
b) Letak lintang atau oblik: presentasi bahu (shoulder presentation) atau punggung.    
c) Presentasi majemuk (compund presentation)  
·        Kepala dan tangan     
·         Kepala dan kaki        
3.               POSISI
Hubungan antara bagian tertentu fetus dengan bagian kiri, kanan, depan, belakang, atau lintang, terhadap jalan lahir          

4.  LETAK   
Hubungan antara sumbu fetus dengan sumbu jalan lahir:
1) Letak memanjang: Sumbu fetus searah / sejajar sumbu jalan lahir
2) Letak melintang: Sumbu fetus tegak lurus sumbu jalan lahir
3) Letak oblik: Sumbu fetus dalam sudut tertentu dengan sumbu jalan lahir

v  POSISI OKSIPITALIS POSTERIOR PERSISTENS         
Pada persalinan normal, kepala janin masuk PAP dengan sutura sagitalis melintang atau miring. Dengan majunya persalinan maka umumnya UUK akan memutar ke arah depan dengan kepala janin dalam keadaan fleksi pada wanita dengan panggul normal. Sehingga bagian kepala janin yang sampai ke Hodge III adalah oksiput dan akan berada tepat dibawah SOP.       
Adakalanya UUK tidak memutar ke depan tetapi tetap di belakang karena kepala menyesuaikan diri dengan bentuk panggul. Sering terjadi pada panggul android, multipara (karena otot dasar panggul sudah lembek), bentuk kepala janin bundar atau agak kecil.  
Penanganannya:
a) Pada panggul yang dalam hubungannya dengan kepala janin cukup luas dapt lahir spontan, meskipun agak lambat. Tetapi menimbulkan regangan vagina dan perineum cukup besar, sehingga hati-hati terhadap laserasi jalan lahir (karena kepala janin sudah dalam keadaan fleksi maksimal).  
b) Kalau diputuskan mengakhiri persalinan, dengan forcep dan dicoba dahulu apakah UUK dapat diputar ke depan.
v  PRESENTASI MUKA
a.       Pada presentasi muka, maka kepala janin dalam keadaan defleksi maksimal.
b.      Diagnosis
Palpasi: dada teraba seperti punggung, teraba kepala yang menonjol bertentangan dengan letak dada. Pada tempat dada teraba bagian kecil janin dan didengar DJJ paling jelas.       
Pemeriksaan dalam: kalau muka sudah masuk panggul, jari pemeriksa dapat meraba dagu, mulut, hidung dan pinggir orbita. Kadang kaput sussedanum menyulitkan pemeriksaan sehingga kadang-kadang disangka bokong.
c.       Etiologi
Umunya adanya hambatan fleksi kepala akan menyebabkan presentasi muka (misal: tumor di leher bagian depan) selain itu panggul sempit, janin besar, multi paritas, perut gantung juga dapat merupakan faktor risiko presentasi muka.
d.      Mekanisme Persalinan      
Kepala masuk panggul dengan dagu melintang atau miring, muka mencapai dasar panggul terjadi putar paksi dalam, sehingga dagu memutar ke depan dan berada di bawah arkus pubis. Dengan daerah ini sebagai hipomoklion, kepala kemudian lahir dengan gerakan fleksi dengan dahi, UUB dan belakang kepala lewat perineum.     
Kalau dagu berada dibelakang, pada 10% kasus dagu tidak dapat memutar ke depan tetapi tetap dibelakang (posisi mentoposterior persistens). Dalam keadaan ini bayi tidak bisa dilahirkan, karena kepala sudah defleksi maksimal.
e.       Prognosis
Prognosis persalinan pada umumnya tanpa kesulitan. Karena kepala masuk panggul dengan diameter sirkumferensia trakeloparietal tidak jauh berbeda dengan sirkumferensia suboksipitobregmatika.          
Tetapi akan berbeda halnya apabila dagu berada dibelakang, maka janin tidak dapat dilahirkan per vaginam.
f.       Penanganan
-          Pastikan tidak ada DKP         
-          Bila dagu beraada di depan, tunggu partus spontan. 
-          Bila dagu berada di belakang, beri kesempatan dagu untuk memutar ke depan. Apabila pada saat kala II dagu tetap dibelakang (posisi mentoposterior persistens) maka sebaiknya dilahirkan perabdominal
-Prasat Thorn: kepala bagian belakang dipegang oleh penolong yang dimasukkan ke vagina lalu tarik ke bawah, sedangkan tangan yang lain dari luar berusaha meniadakan ekstensi dada. Syarat:        
a) Dagu harus berada di belakang      
b) Kepala belum jauh masuk panggul
v  PRESENTASI DAHI           
Kepala janin dalam keadaan di antara fleksi dan defleksi. Biasanya presentasi dahi ini bersifat sementara dan akan berubah menjadi presentasi muka ata presentasi belakang kepala.
a.       Diagnosis
Pada permulaan persalinan sulit membuat diagnosis presentasi dahi. Pemeriksaan luar memberikan gambaran seperti presentasi muka tapi dengan bagian kepala tidak semenonjol presentasi muka. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba sutura frontalis. Bila diikuti, maka pada ujung salah satu sutura ini akan teraba UUB dan pada ujung lain teraba pangkal hidung dan lingkaran orbita.
b.      Etiologi
Sebab presentasi dahi pada dasarnya sama dengan presentasi muka.
c.       Prognosis
Kepala janin masuk ke dalam rongga panggul dengan sirkumferensia maksilloparietale yang mempunyai ukuran besar pada saat aterm, yaitu 36 cm. Pada janin kecil mungkin dapat lahir spontan. Tetapi janin cukup bulan akan mengalami kesulitan. Karena besarnya ukuran ini, maka kepala janin baru dapat masuk ke dalam rongga panggul setelah terjadi moulage. Sehingga persalinan membutuhkan waktu lama (hanya 15% yang berlangsung spontan), angka mortalitas janin 20% dan sering disertai perlukaan luas pada perineum.
d.      Penanganan
Sikap penolong menghadapi presentasi dahi sama dengan menghadapi presentasi muka. Jika kepala janin pada akhir kala I belum masuk panggul dapat dicuba dahulu dengan prasat Thorn. Jika tidak berhasil, dilahirkan dengan seksio sesarea.


v    PRESENTASI BOKONG            
Umur kehamilan lebih dari 37 mgg, hanya sekitar 5-7% persalinan dijumpai dalam keadaan letak sungsang / presentasi bokong. Sedang pada kehamilan trimester ke 2 (21-24 minggu), presentasi bokong dijumpai pada 33% kehamilan. Sedangkan pada awal trimester ke 3 (29-32 minggu), presentasi bokong dijumpai pada 14% dari seluruh kehamilan
Mortalitas perinatal 13 kali lebih tinggi dari persalinan normal dengan angka morbiditas perinatal 5-7 kali lebih tinggi (gambaran ini dipengaruhi usia kehamilan, berat janin dan jenis presentasi bokong).
Sebab utama kematian perinatal: hipoksia, trauma persalinan, prematuritas dan kelainan kongenital (Kelainan kongenital 6-18% Vs. 2-3%)
A. Jenis presentasi bokong:           
1. Presentasi bokong sempurna (complete breech).      
2. Presentasi bokong murni (frank breech).      
3. Presentasi kaki (footlink breech / incomplete breech)
B.       Etiologi:
1. Maternal : kelainan uterus (septum, uterus unikornis), tumor ginekologik (mioma uteri, tumor adneksa).        
2. Fetal : kelainan cairan ketuban (poli/oligohidramnion), kelainan fetus (anensefalus, hidrosefalus, kelainan neuromuskular seperti distrofia miotonik)
Keistimewaan Presentasi Bokong:
- Bagian terbesar janin paling akhir dilahirkan
-Bagian terbawah janin adalah bagian lunak
-Bokong tidak bisa menutup pintu atas panggul
Versi luar   
- Dilakukan sebaiknya antara 34 s/d 38 mgg         
- Melakukan putaran pada fetus dari dinding abdomen sehingga menjadi presentasi kepala
D. Jenis persalinan sungsang:        
1. Persalinan Pervaginam:         
a) Persalinan spontan/ bracht           
b) Manual aid atau ekstraksi bokong parsial
- lahirnya bokong s/d umbilikus (spontan)          
- lahirnya bahu dan lengan memakai tenaga penolong secara klasik (Deventer), Mueller atau Lovset.
- lahirnya kepala, dengan cara Mauriceau-Veit-Smellie, Najouk, Wigand Martin-Winckel, Prague terbalik, atau dengan cunam Piper
c) Ekstraksi bokon
- Sectio cesarea
1.   PERTOLONGAN PERSALINAN SPONTAN (BRACHT)

a. lahirnya bokong s/d umbilikus (spontan)   

b.     fase cepat: umbilikus s/d mulut (batas waktu 8 menit): karena tali pusat terjepit antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin mengalami hipoksia sesaat
c.     fase lambat: mulut s/d seluruh kepala (hindari terjadinya perdarahan intrakranial (ruptura tentorium cerebelli) akibat dekompresi yang mendadak à Teknik : hiperlordosis badan bayi

2.   PROSEDUR MANUAL AID (PARTIAL BREECH EXTRACTION)

1. Tahap pertama : lahirnya bokong sampai umbilikus, spontan        

2.  Tahap kedua : Melahirkan bahu dan lengan           
a) Cara klasik
b) Cara Muller
c) Cara Lovset
3. Tahap ketiga : lahirnya kepala, dengan cara Mauriceau-Veit-Smellie, Najouk, Wigand Martin-Winckel, Prague terbalik, atau dengan cunam Piper
Ekstraksi pada presentasi bokong
1. Teknik ekstraksi kaki (Pinard)       
2. Teknik ekstraksi bokong
III.            DISTOSIA KARENA KELAINAN PANGGUL
JENIS KELAINAN PANGGUL     
Caldwell-Moloy berdasarkan penyelidikan rotgenologik dan anatomik panggul-panggul menurut morfologinya dibagi dalam 4 jenis pokok:     
1) tipe gynaecoid : bentuk pintu atas panggul seperti ellips melintang kiri-kanan, hampir mirip lingkaran. Diameter transversal terbesar terletak di tengah. Dinding samping panggul lurus. Merupakan jenis panggul tipikal wanita (female type)      
2) tipe anthropoid : bentuk pintu atas panggul seperti ellips membujur anteroposterior. Diameter transversal terbesar juga terletak di tengah. Dinding samping panggul juga lurus. Merupakan jenis panggul tipikal golongan kera (ape type )
3) tipe android : bentuk pintu atas panggul seperti segitiga. Diameter transversal terbesar terletak di posterior dekat sakrum. Dinding samping panggul membentuk sudut yang makin sempit ke arah bawah. Merupakan jenis panggul tipikal pria (male type)         
4) tipe platypelloid : bentuk pintu atas panggul seperti “kacang” atau “ginjal”. Diameter transversal terbesar juga terletak di tengah. Dinding samping panggul membentuk sudut yang makin lebar ke arah bawah.
Berhubung karena pengaruh faktor ras dan sosial-ekonomi maka frekuaensi dan ukuran jenis panggul berbeda di tiap bangsa demikian juga dengan standar ukuran normal.          

Perubahan bentuk panggul (menurut Munro Kerr)     :
1) Perubahan bentuk panggul karena kelainan pertumbuhan intrauterine:    
a. Panggul Naegele: hanya mempunyai sebuah sayap pada sakrum, sehingga panggul tumbuh sebagai panggul miring   
b. Panggul Robert:
c. Split pelvis: penyatuan tulang panggul pada simpisis tidak terjadi sehingga panggul terbuka di depan          
d. Panggul asimilasi:          
2) Perubahan bentuk panggul karena penyakit pada tulang panggul dan/ atau sendinya:
a. Rakitis: dahulu banyak menyerang masyarakat dengan sosek rendah, berupa kekeurangan vitamin D serta kalsium serta sinar matahari sehingga tulang dan sendi menjadi lembek. Pada saat duduk maka promontorium bergerak ke depan. Ciri panggul ini adalah mengecilnya diameter anterioposteror pada PAP
b. Osteomalasia: suatu penyakit karena gangguan gizi hebat dan karena kekurangan sinar matahari sehingga rongganya menjadi sempit        
c. Neoplasma: kesempitan panggul akibat tumor tulang panggu
d. Fraktur  
e. Atrofi, karies, nekrosis  
f. Penyakit pada artikulasio sakroiliaka dan artikulasi sakrokosigea         
3) Perubahan bentuk panggul karena penyakit tulang belakang:       
a. Kifosis   
b. Skoliosis
c. Spondilolistesis  
4) Perubahan bentuk karena penyakit kaki:   
a. Koksiti
b. Luksasio koksae
c. Atrofi atau kelumpuhan satu kaki
1.    DIAGNOSIS PANGGUL SEMPIT DAN DISPROPORSI SEFALOPELVIK
1) Pemeriksaan Umum:     
a. Bila di dalam anamnesa ditemukan adanya riwayat TBC pada kolumna vertebralis atau panggul, luksasio koksae kongenital dan poliomyelitis
b. Pada pemeriksaan fisik adanya kifosis atau ankilosis pada artikulasio koksae
c. Wanita dengan TB kurang dari ukuran normal        
2) Anamnesis tentang riwayat persalinan sebelumnya      
3) Pengukuran panggul (pelvimetri)          
a. Pelvimetri luar: tidak banyak artinya, kecuali untuk pintu bawah panggul dan panggul yang miring         
b. Pelvimetri dalam: baik untuk menilai panggul secara kasar PAP, PTP dan PBP sehingga wajib dikerjakan pada primigravida (pada UK>36 mgg)
c. Pelvimetri rontgenologik: diperoleh gambaran yang jelas tentang bentuk panggul
Selain panggul, hal penting yang berhubungan dengan prognosis persalinan:
a. hubungan antara kepala janin dengan luas panggul ibu
b. Kekuatan his        
c. Moulage kepala janin
2.   MEKANISME PESALINAN           

Kesempitan panggul dapat ditemukan pada satu bidang atau lebih. Umumnya, kesempitan panggul tengah juga disertai kesempitan pintu bawah panggul.

1. kesempitan pada PAP        

Pintu Atas Panggul (PAP) dianggap sempit apabila konjugata vera kurang dari 10 cm atau diameter transversa kurang dari 12 cm. Dalam keadaan seperti ini, kepala tertahan di PAP sehingga serviksa uteri kurang mengalami tekanan kepala. Hal ini akan mengakibatkan
a. inersia uteri sekunder sehingga pendataran dan pembukaan serviks lamban
b. PAP tidak tertutup sempurna oleh kepala janin sehingga kemungkinan terjadi KPD atau ketuban pecah pada saat awal persalinan besar
c. Dapt pula terjadi prolapsus funikuli
2. Kesempitan Panggul Tengah         
Kesempitan panggul tengah tidak terjadi apabila panggul tersebut memiliki sakrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak berkonvergensi, foramen ischiadikum mayor cukup luas dan spina iskiadika tidak menonjol ke dalam sehingga kepala janin dapat melewati panggul.         
Ukuran yang terpenting ialah distansia interpinarum yang hanya dapat ditetapkan secara pasti dengan pelvimetri rontgenologik. Bila ukuran < 9.5 cm waspada terhadap kesukaran persalinan.    
Pada panggul tengah yang sempit sering kita menemukan posisi oksipitalis posterior persisten dan letak kepala pada posisi lintang tetap (transverse arrest).
3. Kesempitan pintu bawah panggul  
Pintu Bawah Panggul berbeda dengan PAP maupun PTP karena bukan merupakan bidang yang datar, tapi terdiri atas segi tiga depan dan segi tiga belakan yang mempunyai dasar yan sama (distansia tuberum).          
Apabila distansia tuberum ini lebih kecil dari normal maka sudut arkus pubis akan mengecil pula (kurang dari 80 derajat). Pada keadaan ini, kepala supaya bisa lahir diperlukan ruangan lebih besar pada bagian belakang pintu bawah panggul (diameter sagitalis posterior cukup panjang).
3. PROGNOSIS        
Prognosis persalinan dengan disproporsi sefalopelvik tanpa ada tindakan yang tepat dapat menimbulkan bahaya:
1) Pada Ibu     :
a. Partus lama. Sering disertai dengan ktuban pecah pada pembukaan awal, sehingga dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi: prolapsus funikuli, dry labour, dehidrasi, infeksi intrapartum      
b. Ruptur uteri imminen: apabila his makin kuat dan janin tertahan dalam jalan lahir.
c. Dengan persalinan yang tidak maju karena disproporsi sefalopelvik, maka jalan lahir suatu tempat akan mengalami tekanan yang lama anatara kepala janin dan tulang. Hal ini akan mengganggu sirkulasi daerah tersebut dan terjadi iskemia dan kemudian menjadi nekrosis pada tempat tersebut. Sehingga beberapa hari postpartum sering ditemukan fistula (misal fistula vesikoservikalis, fistula vesikovaginalis atau fistula rektovaginalis)  
2) Pada janin  
a. Kematian perinatal meningkat (karena partus lama, infeksi intrapartum dan sebagainya)
b. Prolapsus funikuli          
c. Moulage berat, bahkan sampai menyebabkan sobekan pada tentorium serebelli dan perdarahan intrakrania
d. Fraktor tulang kepala (misal fraktor os parietale)
4. PENANGANAN
1) Cunam tinggi dengan menggunakan axis-traction forceps. Tujuan membawa kepala janin yang belum melewati PAP ke dalam rongga panggul dan kemudian dilahirkan (sudah tidak dikerjakan lagi)  
2) Induksi partus premature   
3) Simfisotomi           
4) Kraniotom
Penanganan no. 1 s/d 4 dulu sebelum tehnik pembedahan dan obat antibiotika semaju sekarang masih sering dikerjakan. Sekarang tehnik-tehnik diatas sudah ditinggalkan. Sekarang untuk penanganan DKP dapat dikerjakan
5) Persalinan percobaan         
Dari hasil pemeriksaan didapatkan ada harapan untuk melakukan persalinan pervaginam dengan selamat maka kita dapat melakukan persalinan percobaan. Artinya persalinan merupakan suatu tes terhadap kekuatan his dan daya akomodasi (termasuk maulage kepala janin).           
Pemilihan kasus untuk dilakukan partus percobaan harus dilakukan dengan cermat.
Bebarapa hal yang perlu diperhatikan pada persalinan percobaan:           
a) Tidak ada kontra indikasi persalinan pervaginam       
b) Janin presentasi belakang kepala (presbelkep  )
c) UK tidak boleh lebih dari 40-42 mg (karena kepala makin besar dan lebih sukar mengadakan maulage dan kemungkinan fungsi dari plasenta yang sudah menurun)
d) Pengawasan selama persalinan percobaan:     
- Awasi secara seksama keadaa ibu dan janin (bahaya dehidrasi dan asidosis, makanan jangan diberikan secara biasa tapi secara intravena karena kemungkinan SC emergency serta tanda-tanda fetal distress)
-    Kualitas His dan penurunan kepala janin
-    Dapat dilakukan pemecahan ketuban secara aktif
-    Lama persalinan antara 12 s/d 24 jam.
-  Dapat dipertimbangkan VE apabila kepala sudah turun dan pembukaan lengkap
e). Seksio sesarea
Sebaiknya dilakukan secara elektif (primer) yakni sebelum tanda-tanda persalinan muncul. Meskipun juga bisa dilakukan secara emergency (sekunder).
Seksio sesaria elektif dapat dipertimbangkan pada umur kehamilan aterm bila dengan:
- Adanya DKP yang nyata         
-       DKP ringan dengan faktor-faktor pemberat misalnya primigravida tua, kelainan letak janin yang tidak dapat diperbaiki, riwayat infertil yang lama, penyakit jantung dan sebagainya.